<– Baca tulisan sebelumnya
Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang Mukmin (QS At-Taubah [9]: 128).
Ayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah berasal dari umatnya sendiri, sehingga memahami situasi, kondisi, dan ikhwal mereka. Beban yang ada di hati beliau sangat berat, terutama ketika memikirkan umatnya. Beliau merasa sangat peduli dan gelisah terhadap kondisi umatnya. Jika beliau tahu tentang kesulitan yang kita hadapi, pasti akan makin berat di hatinya. Bahkan, beliau selalu mengkhawatirkan umatnya dan berharap agar kita semua dekat dengan Allah. Kegelisahan beliau muncul karena keinginan yang besar agar kita semua selamat dan beriman. Beliau adalah sosok yang lemah lembut dan penyayang terhadap orang-orang beriman. Ayat ini sudah cukup menggambarkan bagaimana sifat beliau, yaitu seorang yang peduli dan ingin umatnya mendapatkan yang terbaik di dunia dan akhirat.
Dan tidaklah Kami utus engkau (Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam. (QS Al-Anbiyâ’ [21]: 107)
Ayat ini menunjukkan bahwa kehadiran Rasulullah sebagai pembawa rahmat, kasih sayang, dan kedamaian bagi seluruh alam. Dan, itu merupakan bukti nyata cinta Allah kepada umat manusia. Beliau adalah sosok penuh kasih. Dan kehadiran beliau dalam kehidupan kita untuk menjadi teladan, dalam setiap aspek kehidupan kita.
Kedua ayat di atas menegaskan kerasulan beliau. Selain Al-Qur’an dan kalangan Muslim, pengakuan juga muncul dari kalangan non-Muslim. Alphonse de Lamartine, misalnya, seorang penulis dan sastrawan yang juga salah satu founding father Prancis modern, berkata, “If greatness of purpose, the small of means, and ashtonishing are the three criteria of a human genius, who could dare compare any great man in history with muhammad.” (Jika kebesaran tujuan, keterbatasan sarana, dan keajaiban hasil adalah tiga kriteria untuk kegeniusan manusia, siapa yang berani membandingkan tokoh besar mana pun dalam sejarah dengan Muhammad?)
Mahatma Gandhi yang banyak membaca buku-buku sejarah dan riwayat Rasulullah karena rasa penasaran yang mendalam tentang kehidupan Rasulullah—yang saat ini, tak terbantahkan, memegang kendali atas hati jutaan umat manusia—mengungkapkan kekagumannya pada Nabi Muhammad, “Pernah saya bertanya-tanya siapakah tokoh yang paling memengaruhi manusia. Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi dia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya. Semua ini, dan bukan pedang, yang menyingkirkan segala rintangan.”
Mahatma Ghandi menjadi makin yakin bahwa bukan pedang yang memenangkan posisi tinggi bagi Islam pada masa itu—sebagaimana anggapan beberapa orientalis—melainkan kesederhanaan dan kebersahajaan Nabi, penghargaan Rasulullah terhadap janji yang diucapkan, pengabdiannya yang mendalam kepada teman-teman dan pengikutnya, keberaniannya, serta kepercayaannya yang mantap dan mutlak pada Allah dan risalah-Nya, itu semua yang mengatasi setiap rintangan. Jika kemenangan diraih hanya karena pedang, maka tidak akan bertahan lama, karena akan ada pedang lain yang lebih tajam. Buktinya, pengaruh Islam tetap ada hingga hari ini.