Manifestasi Cinta
<– Baca tulisan sebelumnya
Puasa memang bisa dilihat sebagai manifestasi cinta yang mendalam, tidak hanya dalam konteks hubungan romantis atau duniawi, tetapi juga cinta Ilahi (agape) dan persahabatan antarmanusia (philia). Proses puasa yang dirancang dengan penuh kasih sayang oleh Allah memiliki tujuan yang jelas: mendidik kita untuk mencintai diri sendiri dengan cara yang sehat, mencintai sesama, dan tentu saja, mencintai Allah dengan lebih dalam.
Dalam konteks ini, puasa menjadi pelajaran tentang bagaimana kita menyeimbangkan antara diri, sesama, dan Tuhan. Menunda sahur hingga mendekati waktu Shubuh, misalnya, menunjukkan betapa Allah memahami kebutuhan kita. Begitu pula menyegerakan buka, ini bukan sekadar perintah, tetapi juga tanda kasih Allah agar kita tetap menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan kebutuhan fisik.
Kesadaran akan kelemahan diri dan empati yang tumbuh selama puasa juga mengajarkan kita untuk lebih berbelas kasih kepada orang lain. Kita merasakan lapar yang mungkin dialami orang-orang yang kurang beruntung setiap hari, dan dari situlah tumbuh rasa cinta yang mendalam untuk berbagi, seperti yang diungkapkan dalam sebuah ayat “mereka yang berinfak dalam keadaan lapang maupun sempit.” Cinta tidak hanya dalam kata, tetapi dalam tindakan nyata.
Selain itu, latihan menahan marah selama puasa menjadi salah satu wujud pengendalian diri yang mencerminkan cinta kepada sesama. Menjaga lisan, menjaga hati dari kemarahan, adalah cara kita untuk memaafkan dan memahami orang lain, meskipun dalam situasi sulit. Semua ini menunjukkan bahwa puasa adalah sebuah proses pembelajaran cinta yang tidak hanya terwujud dalam hubungan kita dengan Allah, tetapi juga dalam relasi kita dengan manusia lain.
Jadi, puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan cara kita mendekatkan diri pada Tuhan dengan penuh cinta, merawat diri kita dengan penuh perhatian, serta menumbuhkan rasa cinta dan solidaritas kepada sesama. Ini adalah proses yang melahirkan pribadi yang penuh cinta, baik kepada diri sendiri, kepada sesama, maupun kepada Allah.
Jika dilihat dari sudut pandang cinta yang lebih luas—eros, philia, dan agape—puasa melibatkan ketiganya. Eros, sebagai bentuk cinta pada diri dan keindahan spiritual; Philia, sebagai cinta persahabatan dan kebersamaan dalam berbagi; serta Agape, sebagai cinta murni dan transendental kepada Sang Pencipta.