Sebuah meme bergambar poster kampanye Donald Trump menjadi viral di dunia maya. Poster yang seharusnya bertuliskan TRUMP: Make America Great Again itu menjadi RUMI: Make America Great Again dengan kutipan puisi Rumi di bawahnya, “Be patient where you sit in the dark …. Dawn is coming.” (Bersabarlah, saat kamu duduk di dalam kegelapan [malam] …. Fajar akan segera menyingsing). Sebuah puisi yang dianggap mewakili keadaan Amerika saat ini yang dilingkupi kegelapan—terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika.
Poster yang seharusnya menjadi alat kampanye Donald Trump untuk meningkatkan elektabilitasnya pada saat kampanye presiden itu justru menjadi semacam senjata makan tuan. Poster itu menjadi alat perlawanan sebagian warga Amerika terhadap pernyataan dan kebijakan kontroversial Donald Trump tentang para imigran dan orang-orang Muslim.
Poster itu ditempeli selotip pada kata TRUMP dengan menutup huruf T dan sebagian huruf P menjadi RUMI yang mengacu kepada Maulana Jalaluddin Rumi, penyair sufistik Muslim abad ke-13 yang melegenda itu.
Pernyataan Donald Trump memicu banyak reaksi, terutama rencana pembangunan dinding di sepanjang perbatasan Amerika-Mexico dan larangan orang-orang dari Suriah, Somalia, Irak, Iran, Libya, Sudan, dan Yaman untuk masuk ke Amerika. Kebijakan tersebut menurut Trump akan diambil untuk melindungi negaranya dari serangan teroris. “Keamanan nasional dalam ancaman teroris Islam,” kata Trump dalam cuitan Twitter miliknya.
Meski pada akhirnya, setelah menjadi presiden, kebijakan Trump dibatalkan oleh Hakim Federal di Seatle dan oleh Pengadilan Banding AS (US Court of Appeals for the 9th Circuit) di Kota San Fransisko, California—karena dianggap diskriminatif—tetapi kebijakan ini sudah telanjur menggoreskan luka di hati dan nurani banyak orang. Oleh karenanya, reaksi perlawanan terhadapnya terus bergulir.
Baca Juga: Mengapa Seleb Hollywood Membenci Donald Trump?
Namun, yang menarik adalah reaksi dari sebagian besar warga Amerika yang berpaling kepada Rumi—seorang penyair Muslim, ulama, dan filsuf kelahiran Balkh, Afghanistan. Al-Sharq Al-Awsat, sebuah media berbahasa Arab yang terbit di London, memberitakan bahwa buku-buku Rumi mulai diminati oleh warga Amerika sejak peristiwa 9/11 lalu, tetapi semakin meningkat saat Donald Trump terpilih menjadi Presiden Amerika. Berbeda dengan Al-Sharq Al-Awsat, The Washington Post menyatakan bahwa, “Bukankah suatu hal yang mengejutkan, buku-buku Rumi, seorang penyair Muslim, justru menjadi bestseller saat ‘larangan terhadap Muslim’ dilontarkan oleh negara.”
Menurut Brad Gooch, penulis buku Rumi’s Secret: The Life of the Sufi Poet of Love, kenapa Rumi menjadi pilihan masyarakat Amerika? Karena dia merupakan antitesis dari kebijakan Trump, “Dia adalah seorang Muslim, dan menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai imigran.” Rumi mengembara menghindari serangan Genghis Khan dari Afghanistan ke Baghdad, Damaskus, dan akhirnya menetap di Turki hingga beliau meninggal dunia. Namun, statusnya sebagai imigran “terlantar” tidak membuatnya menjadi seorang pembenci manusia dan kehidupan, malahan justru dia mengartikulasikan sebuah visi yang penuh harapan dan “agama cinta” yang membuatnya terbang ke puncak kemuliaan.
Dr. Haidar Bagir, dalam sebuah video di laman YouTube mengatakan bahwa Rumi merupakan penyair sufistik yang syair-syairnya memiliki keindahan luar biasa, menggetarkan dan meneduhkan jiwa, sehingga baik dirinya maupun syair-syairnya sering dianggap mampu untuk memberikan motivasi hidup yang luar biasa. Bahkan selebritas-selebritas Hollywood seperti Maddona, Demi Moore, Beyoncé, Jay Z, Goldie Hawn, Chris Martin, dan lain-lain sering mengutip puisi-puisi Rumi untuk memberikan energi positif bagi kehidupan mereka.
Tonton: https://www.youtube.com/watch?v=D7i1G5NuF88
Karena pribadi dan karya-karyanya yang bersifat universal itulah, Rumi bisa diterima di semua kalangan tidak mengenal ras, agama, bahkan zaman. Menurut Jane Ciabattari, penjualan buku-buku Rumi semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak kemunculan Trump dan kebijakan-kebijakannya yang kontroversial itu. Dengan demikian tambahnya, Rumi telah menjadi salah satu penyair yang paling populer di Amerika.
Sungguh ironis memang di saat Donald Trump, sebagai kepala negara, muncul dengan ide-ide diskriminatif terhadap manusia karena ras dan agamanya dengan dalih melindungi Amerika dari ancaman mengerikan. Namun, justru rakyatnya berpaling dan mengadu kepada Maulana Jalaluddin Rumi karena Amerika sebagai negara demokratis dan menjunjung tinggi persamaan hak setiap manusia terancam hancur oleh kebijakan kepala negaranya. (LK-07)
Baca Juga: “A Trump”: Sebuah Kritik untuk Donald Trump