Search
Close this search box.
Papillon-Buku-VS-Film

Papillon: Buku Vs Film

Ditulis oleh ,

Yuk, bagikan artikel ini!

Papillon, buku yang diangkat dari kisah nyata sang penulis, Henri Charriére, menjadi fenomena pada masanya dan telah terjual lebih dari 30 juta kopi hingga kini dan diterjemahkan ke lebih dari 30 bahasa. Buku yang pertama kali terbit di Prancis pada tahun 1969 ini mengisahkan perjuangan Henri, yang akrab dipanggil Papillon, untuk kabur dari siksaan selama di penjara dan meraih kebebasan. Versi film pertama dari buku Papillon dirilis pada tahun 1973 dan dibintangi Steve McQueen serta Dustin Hoffman. Pada 2018, kisah Henri kembali diangkat ke layar lebar dan tokoh Papillon  diperankan oleh Charlie Hunnam, serta Rami Malek sebagai Louis Dega.

Sudah menjadi fakta tak terbantahkan bahwa versi film akan memiliki banyak perbedaan dengan versi buku. Banyak hal menjadi pertimbangan. Durasi, aksi, dan dramatisasi hanya beberapa di antaranya. Bagi pembaca buku, tentu saja versi buku akan selalu lebih baik. Bagi penikmat film? Belum tentu.

Baca Juga: 10 Quotes Inspiratif Yasmin Mogahed

Papillon tidak jauh berbeda. Buku versus film, manakah yang akan menang kali ini?

buku-vs-film
Foto: Google

1. Bagian Pembukaan
Di buku, tidak dipaparkan dengan jelas kejahatan macam apa yang dilakukan Papillon. Dia dituduh membunuh, tetapi benarkah dia melakukan itu? Versi buku tidak memberikan jawaban, tetapi versi film menunjukkan bagian ini dengan lebih gamblang. Apa yang sebenarnya terjadi pada malam kematian sang korban. Apakah Papillon membunuh? Tonton saja.

2. Bromance: Kekuatan Persahabatan antara Papillon dan Louis Dega
Ini merupakan perbedaan paling signifikan. Di buku, Dega memang sahabat baik Papillon. Namun, apakah peranan Dega sepenting itu? Tidak juga. Salah satu dialog Papillon di film: “This is the story of a lot of men,” menjadi sedikit rancu. Dialog ini lebih cocok muncul di buku karena Papillon memang bertemu banyak orang dan berbagi kisah dengan mereka. Teman seperjuangannya dalam pelarian bukan hanya Dega saja. Papillon versi buku berteman dengan lebih banyak orang dan mempelajari begitu banyak hal dari mereka. Film menunjukkan sisi lain dari Papillon: kekuatan persahabatannya dengan Louis Dega serta bagaimana mereka begitu melindungi satu sama lain.
Versi buku menyematkan lebih banyak pelajaran kehidupan dari orang-orang yang ditemui Papillon. Versi film juga tidak buruk: persahabatan kental dua pria senasib yang berusaha mendapakan kebebasan.

3. Kaburnya Papillon dari Penjara
Di buku, Papillon kurang lebih kabur sebanyak 9 kali dari 9 tempat berbeda. Durasi film jelas tidak memungkinkan untuk memasukkan semua adegan ini. Maka, 9 berkurang menjadi 3. Itu pun dari tempat yang itu-itu saja.

4. Dramatisasi
Untuk kali ini, efek dramatis jauh lebih terasa di buku daripada di film. Begitu banyak bagian yang dipotong, dan yang paling fatal tentu saja ketiadaan adegan di mana Papillon bertemu suku Indian pedalaman dan tinggal bersama mereka selama beberapa bulan. Hal inilah yang kemudian mengubah pandangan hidup Papillon terhadap dunia, juga kisah cinta singkatnya dengan dua kakak beradik yang memesona.
Versi film lebih banyak memperlihatkan Papillon yang bertemu orang-orang jahat, mengalami pengkhianatan, dan menyaksikan banyak kekejaman. Versi buku menceritakan Papillon yang bertemu begitu banyak orang baik yang semakin mengukuhkan karakternya, perubahannya menjadi pria yang lebih dewasa dalam memaknai hidup.

Baca Juga: 6 Penulis Yang Pernah Merasakan Perang Dunia
buku-vs-film

5. Pulau Iblis
Tidak ada cukup deskripsi tentang Pulau Iblis yang menyeramkan ini di film. Tentang lautan ganas yang mustahil diarungi jika berniat kabur, pengamanan yang lebih ketat, dan kegagalan Papillon untuk lari dari sana, pada awalnya, yang dikisahkan dengan detail di buku. Di film, Papillon dibantu Dega. Di buku, Dega bahkan tidak berada di pulau yang sama. Ini menjadi adegan pemungkas versi film. Versi buku? Perjalanan Papillon masih panjang dan jauh lebih berbahaya.

Buku dan film menyuguhkan secara berbeda, tetapi tetap memberikan pelajaran hidup yang sama. Papillon menjadi simbol dari ketidakadilan, kegigihan seorang pria yang berusaha mendapatkan tempat di tengah masyarakat.

“Aku harus membuktikan bahwa aku bisa, bahwa aku adalah,
dan akan menjadi manusia normal.
Barangkali tidak lebih baik,
tetapi yang jelas tidak lebih buruk daripada yang lain.” [YP]