Oleh: Truly Rudiono
Aku tidak memikirkan apa sewaktu tenggelam. Aku hanya ingat akan cemburan yang melinukan tulang-tulang saat aku jatuh ke laut dan suhu dingin air yang melumpuhkan. Aku juga ingat akan rasa panik yang mengaduk-aduk perutku saat arus menyambarku dan menyeretku ke bawah.
Lo Blacklock sudah lama menginginkan tugas yang menurutnya menyenangkan, meliput suatu perjalanan dengan fasilitas mewah. Suatu kemewahan yang harus dibayar dengan menulis artikel pesanan. Akhirnya, kesempatan yang ia tunggu datang jua. Kebetulan, salah satu staf yang biasa mendapat tugas tersebut sedang cuti. Dan ia adalah kandidat pengganti utama.
Bisa dikatakan perjalanan tersebut sekaligus hiburan baginya. Ia sangat butuh hiburan guna menghilangkan, minimal mengurangi trauma yang dialami ketika rumahnya disatroni maling. Nyaris ia celaka ketika memergoki sang maling beraksi. beberapa saat ia tak berada tidur karena trauma. Kapal pesiar sepertinya merupakan tempat yang cocok untuk niatnya itu. Lagi pula bahaya apa yang bisa mengancamnya di lautan lepas?
Harapan tinggal harapan. Justru di sana ia malah mengalami berbagai kejadian yang tak menyenangkan. Tak sengaja ia mendengar ada orang yang terjatuh ke laut. Naluri jurnalistiknya terusik. Penasaran ia keluar dari kabin, tak ada siapa-siapa, ia hanya menemukan bercak darah.
Sayang tak ada yang mau percaya ocehannya. Wajar, menimbang kondisinya yang dianggap depresi serta malam sebelumnya ia dalam pengaruh alkohol. Pihak keamanan kapal berusaha bersikap sopan dengan melakukan penyelidikan sesuai laporannya. Penyelidikan tanpa hasil.
Tak ada sosok yang menghilang dari kapal. Dari kru hingga penumpang semuanya sesuai dengan daftar yang ada. Persoalan makin runyam karena ternyata tak ada yang menempati kabin nomor sepuluh yang terletak di sebelah kabinnya. Semua orang juga bersikeras mengatakan kabin tersebut kosong, padahal Lo sangat yakin sempat berbicara dengan wanita yang mengaku menginap di sana.
Lalu siapakah sosok wanita misterius itu? Siapa juga sosok yang jatuh ke laut malam itu? Mungkinkah ada hubungan antara kedua wanita tersebut? Nalurinya terusik untuk menyelidiki. Bukan hal mudah, ada yang berusaha menghalanginya. Nyaris saja nyawanya ikut melayang ketika melakukan penyelidikan.
Novel ini terdiri dari delapan bagian, tiap bagian menyajikan peristiwa yang mendebarkan. Dimulai dengan bagian yang mengisahkan tentang perampokan di tempat Lo, situasi di kapal pesiar, kondisi ketika Lo disekap, hingga ia menikmati malam romantis dengan sang kekasih.
Bagian awal sudah menawarkan suasana mencekan pada pembaca. Adegan maling yang memasuki rumah Lo cukup membuat was-was. Penulis menggambarkan dengan apik kengerian yang dirasakan oleh Lo. Bagian menjadi landasan kuat agar pembaca bisa memahami bagaimana depresinya Lo.
Jangan terkecoh dengan beberapa bagian yang seakan-akan membuat kisah selesai dengan sederhana. Waspadalah! Banyak hal tak terduga yang menanti Anda. Kisah ini tak sesederhana judul yang ditampilkan. Urusannya lebih rumit dan membutuhkan seorang pemikir ulung.
Bagi pencinta kisah detektif, tentunya akan paham bahwa kadang sebuah hal kecil menjadi kunci jawaban dari misteri yang ada. Demikian juga dengan kisah ini, banyak petunjuk yang terbaran dan siap untuk ditelaah. Sekadar informasi, perhatikan saksama apa yang diuraikan di halaman 14x.
Dengan hanya melihat sampul, pembaca akan langsung bisa menebak ada sebuah kasus pembunuhan yang terjadi di atas kapal pesiar. Hal ini bisa terbaca dari ilustrasi air yang seolah berwarna merah dan berada di sekitar kapal. Merah sering dianalogikan sebagai darah, dan jika ada darah yang membanjir seperti itu maka bisa dipastikan sudah terjadi sebuah tindakan pembunuhan.
Ada sebuah paragraf yang menyebutkan dengan gamblang merek suatu produk kecantikan. Tepatnya pada halaman 73, “Dia mundur sambil menutup pintu dan kemudian muncul lagi sambil membawakan setube maskara Maybelline….” Penasaran saja, kenapa sampai disebutkan secara jelas begitu. Apakah ada pesan sponsor? Jika ini memang iklan terselubung, layak diberi jempol.
Meski demikian, hal ini juga bisa memberikan kesan negatif, sebagai kosmetik yang terkait tindak kejahatan dalam sebuah buku. Namun menilik kebiasaan manusia pada umumnya, justru akan banyak pembaca yang ingin tahu seperti apa maskara tersebut. Lumayan untuk membuat penasaran pembaca.
Awalnya saya sempat agak enggan membaca kisah ini. Lebih karena merasa kenapa harus menemukan tokoh dengan kondisi teler, kebanyakan minum keras. Belakangan beberapa buku yang saya baca menampilkan karakter seperti itu. Membuat saya merasa bosan. Untunglah, mulai melewati nyaris 1/4 buku karakter utama tokoh mulai berkembang menjadikan kisah lebih menarik.
Secara garis besar, buku ini layak dibaca sebagai hiburan bagi mereka yang menyukai kisah thriller dan misteri. Kita juga bisa mendapat pembelajaran mengenai bagaimana semangat Lo untuk bertahan hidup. Belakangan ia malah mendapat hadiah tak terduga dari seseorang yang ternyata mengagumi semangatnya untuk hidup.
Entahlah, bagi saya situasi penyiksaan yang dialami oleh Lo, harusnya membuat ia kehabisan tenaga, apa lagi obatnya tak diminum teratur. Sehingga agak aneh ketika mendadak ia bisa memiliki kekuatan untuk melakukan banyak hal, meski kadang dalam kondisi terjepit seseorang bsia memiliki kekuatan yang tak terbayangkan.
Oh ya, dalam buku ini juga disebutkan mengenai buku yang disukai leh Lo, Winnie The Pooh. Kebetulan penerbit ini juga mengemas ulang kisahnya. Ada dua kisah yang diterbitkan, berikut tautan untuk buku Winnie The Pooh, dan bagi buku The House of Pooh Corner. Tautan menarik terkait kisah ini ada di sini. Ternyata, sebuah buku cerita bisa membuat lawan menjadi kawan. []
Sumber: http://trulyrudiono.blogspot.com