Selama ini, khususnya menjelang Pemilihan Umum (Pemilu), banyak tokoh seperti calon legislatif (caleg), Bupati, Walikota, Gubernur, hingga calon Presiden, yang berusaha menarik simpati masyarakat dengan aneka macam cara. Mereka berusaha membangun reputasi atau kepercayaan di hati masyarakat sehingga, masyarakat tertarik untuk memilihnya pada saat Pemilu kelak.
Hal semacam itu wajar dilakukan oleh para politisi, yaitu membangun personal branding. Sebenarnya, membangun reputasi ini bukan monopoli para politisi saja. Pejabat, pengusaha, perusahaan, hingga ibu rumah tangga, sebenarnya telah melakukan personal branding.
Personal Branding Code karya Silih Agung Wasesa ini membongkar rahasia bagaimana membangun reputasi positif dengan personal branding. Berbekal pengalaman 22 tahun sebagai konsultan branding beberapa pejabat, perusahaan, politisi, bahkan Presiden dan Ibu Negara, penulis memaparkan berbagai informasi berupa metode membangun citra positif dalam diri.
Penulis mengatakan, membangun citra positif dalam diri itu penting dilakukan dalam membina hubungan dan kerja sama dengan orang lain. Memang, selama ini masyarakat sangat akrab dengan istilah “pencitraan”, sehingga dalam pikiran mereka terpatri paradigma negatif dan menganggap semua yang berbau pencitraan itu sesuatu yang tidak baik atau polesan saja. Padahal, anggapan itu tidak benar.
Dalam buku ini, penulis membeberkan empat siklus personal branding yang bisa dipraktikkan oleh siapa saja yang ingin membangun citra positif dalam diri mereka. Empat siklus tersebut adalah kompetensi, konektivitas, kreativitas, dan kontribusi.Entraînement de musculation hors saison pour développer vos muscles acheter ekovir online 2018 été hommes fitness shorts pantalons de survêtement mode loisirs crossfit musculation entraînement joggersheavengifs.
Membangun personal branding itu butuh kompetensi, karena sekitar 50% energi personal branding akan disiapkan untuk membangun kompetensi ini. Menurut penulis, kompetensi itu ujung tombak personal branding. Kita harus bisa membuat perbedaan yang benar-benar tajam hingga dapat dengan mudah ditancapkan dalam pikiran target audiensi.
Silih Agung menjelaskan, kata kunci personal branding yang sering dilupakan adalah ketekunan melatih diri dan kegigihan menemukan keberuntungan. Keberuntungan itu tidak datang, tetapi dicari dengan usaha dan doa. Beberapa personal branding yang ditangani penulis sering kali gagal karena tidak adanya keinginan yang kuat dari seseorang untuk menjadi tekun dan gigih (hlm. 38).
Jika kompetensi berada dalam tataran pikiran, konektivitas dan kreativitas masuk dalam tindakan untuk membangun kedekatan dengan target audiensi. Dalam tataran strategis, kompetensi yang dikembangkan dalam pikiran kita, keberadaannya seperti sebuah bibit dalam kebun. Tanpa treatment apa pun, bibit tersebut tumbuh apa adanya, tetapi sulit untuk mengharapkan hasil optimal.
Jadi, kompetensi yang disiapkan secara matang tidak akan ada gunanya jika tidak diaktivasi dengan konektivitas dan kreativitas. Yang perlu diketahui adalah bahwa, fungsi utama koneksi adalah untuk memberikan jalan agar kompetensi yang seseorang miliki bisa dirasakan manfaatnya oleh publik.
Siklus lain dalam membangun personal branding adalah kreativitas. Inilah yang perlu dilakukan agar seseorang bisa membangun branding yang baik. Tak hanya dalam dunia industri, dalam personal branding, kreativitas sepenuhnya diperlukan untuk menciptakan keberlangsungan hidup reputasi yang telah dibangun. Dalam konteks yang lebih lugas, kreativitas merupakan bahan bakar pencipta sumber pendapatan personal branding. Dengan kreativitas mumpuni yang dimiliki seseorang, maka ia akan melakukan berbagai kontribusi yang bermanfaat bagi sekitar.
Buku 268 halaman ini merupakan hasil pengalaman penulis menangani berbagai klien yang telah berhasil membangun personal branding. Ada banyak contoh kasus yang dibeberkan penulis, sehingga pembaca bisa belajar atau memodel bagaimana membangun reputasi positif dalam membangun hubungan atau kerja sama dengan banyak orang. (*)
*) Untung Wahyudi, penulis lepas, tinggal di Sumenep