Perkembangan Emosional yang Dibutuhkan untuk Toilet Training

Ditulis oleh Minou, Admin Noura

Yuk, bagikan artikel ini!

Bagi banyak orangtua, kesiapan emosional anak untuk toilet training merupakan hal yang paling sulit dikenali. Cara terbaik untuk menentukan keadaan emosional anak dan seberapa kondusif mereka untuk diajarkan menggunakan toilet, adalah dengan mengobservasi perilaku umumnya maupun responsnya terhadap saran apa pun yang berkaitan dengan penggunaan potty. Jika dia senang duduk di potty-nya atau tanpa diminta dia bicara mengenai penggunaan potty-nya, maka dorongan yang dia miliki menuju kemandirian mungkin akan mendukung pelatihannya. Jika dia menolak ide tersebut atau menangis saat Anda menyebut kata potty, dia mungkin sedang merasakan konflik dalam dirinya dan Anda harus menunggu sampai ada waktu yang lebih pas nantinya.

Keinginan untuk Melakukan Segala Hal Sendiri

Keinginan untuk menguasai tubuh dan lingkungan sendiri merupakan keinginan wajar semua batita dan balita. Teriakan “Aku bisa!” menunjukkan bahwa dorongan anak usia 1-2 tahun menuju kemandirian sedang tinggi-tingginya. Di satu sisi, ambisi jenis ini bisa melancarkan progres toilet training karena anak akan berusaha bertindak seperti anak besar setiap saat memungkinkan. Namun, di sisi lain lambat laun kebutuhannya untuk mengendalikan tubuh dan lingkungannya bisa jadi malah menjadi bumerang. Batita Anda bisa jadi malah lari dan bersembunyi setiap kali dia merasakan dorongan untuk buang air, hanya agar Anda tidak melanggar harga diri fisiknya dengan menggendong dan mendudukkannya di potty. Jika hal-hal seperti ini terjadi, bisa saja akan terjadi teriakan “Tidak mau!” atau bahkan menyebabkan “kecelakaan” di lantai. Reaksi Anda akan menentukan apakah kejadian serupa akan terulang lagi. Reaksi terbaik adalah bersihkan saja, jangan dibesar-besarkan, dan tunggulah momen kemandirian lain supaya dia bisa menunjukkan kemampuannya.

Penolakan

Keinginan untuk mengendalikan fungsi fisik dan lingkungannya bisa meningkat di masa-masa perubahan besar dalam hidup seorang anak. Anak yang merasa terganggu dengan perubahan seperti pindah rumah, perceraian, atau kedatangan bayi baru, akan berusaha mencapai keseimbangan emosional dengan semakin ketat berusaha mengendalikan aspek-aspek dalam hidupnya yang lebih mudah dia raih. Tekanan internal, seperti ketakutan, merupakan hasil dari imajinasi yang berkembang sangat cepat, dapat menghasilkan perilaku menolak yang menghalangi kemajuan toilet training. Balita yang sudah bisa menahan keinginan buang air besar maupun kecil bisa sengaja menundanya sehingga berakibat konstipasi. Penundaan ini merupakan respons dari stres emosional, tekanan orangtua, bahkan keengganan untuk melepaskan sesuatu yang bagi mereka adalah bagian dari tubuh mereka. Sekali lagi, jika dihadapkan pada masalah penolakan seperti ini, cara terbaik adalah bicarakan dengan baik-baik dengan anak, tanyakan apa yang membuat mereka gelisah, lakukan yang terbaik yang Anda bisa untuk memahami ketakutannya, dan kemudian mundurlah sebentar. Dengan bantuan Anda, anak akan segera melewati tahapan emosional ini sehingga Anda bisa mulai mengenalkan lagi toilet training saat anak sudah siap.

 

Kebutuhan akan Persetujuan

Dua alat terbaik yang bisa dipakai orangtua selama masa toilet training adalah kebutuhan anak akan persetujuan dan dorongannya untuk meniru perilaku orang lain. Percobaan anak untuk memenangi persetujuan orangtua mungkin dimulai sebelum ulang tahun pertamanya. Dengan cara mengeksplorasi hubungan sebab akibat, anak akan mulai membangun daftar mengenai hal-hal apa saja yang akan direspons positif oleh orangtuanya dan mana yang tidak. Semakin banyak senyuman dan kata pujian dari orangyua, semakin dia merasa diinginkan, dan kecuali sepanjang masa pemberontakan normal yang akan muncul, dia mungkin akan terus berusaha keras untuk menyenangkan orangtuanya. Jadi, pujilah setiap langkah kecil menuju penguasaan penggunaan toilet selama masa batita dan balita, supaya mereka akan membuat toilet training lebih cepat dan berlangsung selama positif. JIka anak belum berhasil menggunakan toilet pada usia tiga setengah tahun, keinginannya yang baru untuk menyenangkan orangtuanya bisa membuat adaptasi penggunaan potty lebih mudah, karena pada masa ini biasanya dia sudah berhasil menyelesaikan sebagian besar masalah kemandiriannya.

 

Kesadaran Sosial

Kesadaran sosial–pengamatan dan keinginan untuk disukai orang lain–akan berkembang secara bertahap sepanjang masa batita dan balita, ini berarti menambah satu lagi motivasi bagi anak untuk sepenuhnya mandiri menggunakan toilet. Pada usia sekitar 18 bulan, anak akan tertarik dengan perilaku anak lain seusianya atau yang sedikit lebih tua, kemudian keinginannya untuk meniru bisa jadi membuat dia akan menggunakan toilet lebih cepat daripada jika dia tidak meniru siapa pun. Ini sebabnya anak yang memiliki kakak biasanya akan lebih cepat berhasil menggunakan toilet dibandingkan anak tunggal. Pada usia dua setengah atau tiga tahun dia akan tertarik pada konsep gender dan fokus pada meniru orangtua dengan jenis kelamin yang sama dengannya: anak perempuan meniru ibu, anak lelaki meniru ayah. Ini waktu yang sangat tepat bagi orangtua untuk mengajak anak untuk mengamati cara orang dewasa menggunakan toilet. Jika tak ada orang dewasa berjenis kelamin yang sama di rumah tangga Anda, coba minta orang dewasa lain yang bisa dipercaya seperti kerabat atau teman untuk berperan sebagai panutan. Tak hanya keingintahuan anak Anda akan terpuaskan dengan cara ini, dia juga akan mulai mencoba menggunakan potty sekadar agar bisa terlihat lebih mirip dengan orang dewasa yang dikaguminya.

 

Setelah mencapai usia balita, kegemaran anak dengan identitas sosial dan perilaku teman-temannya akan menyediakan motivasi kuat untuk memakai pakaian dalam “anak besar” dan menggunakan toilet seperti anak lain seusianya. Jika dia belum berhasil mandiri menggunakan toilet pada usia ini, tekanan dari teman sebaya akan bisa memotivasinya untuk berlatih. Dalam banyak kasus, yang dibutuhkan anak seusia ini untuk toilet training adalah untuk identifikasi (tidak dengan penghakiman) bahwa sebagian besar teman mereka di kelas sudah tidak pakai popok. Begitu dia menyadari hal ini, anak mungkin akan memilih untuk melakukan toilet training secara mandiri.

 

Sumber: Panduan Toilet Training,Copyright © 2003 American Academy of Pediatrics

The information contained on this Web site should not be used as a substitute for the medical care and advice of your pediatrician. There may be variations in treatment that your pediatrician may recommend based on individual facts and circumstances.

 

Artikel ini disadur bebas dari: https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/toddler/toilet-training/Pages/Emotional-Growth-Needed-For-Toilet-Training.aspx