Search
Close this search box.
Menikmati-Sihir-dalam-Sesuap-Kue-Alaska

Menikmati Sihir dalam Sesuap Kue Alaska

Ditulis oleh ,

Yuk, bagikan artikel ini!

Oleh: Truly Rudiono

Setiap kali orang tahu mengenai apa yang bisa dilakukan oleh keluarga Bliss, mereka mencoba untuk memutarbalikkan sihir dan menggunakannya untuk mendapatkan kekuasaan. (Hal. 131)

Hidup keluarga Bliss sepertinya tak pernah bisa setenang dahulu, apalagi Bibi Lily masih bebas berkeliaran. Setiap saat mereka harus waspada. Entah hal buruk apalagi yang ia dan Asosiasi Internasional Penggilas Adonan rencanakan.

Meski sudah waspada, mereka ternyata masih kecolongan juga. Sebuah bahan spesial telah hilang dari tempat penyimpanan keluarga Bliss. Tak ada yang tahu apa yang sudah dimakan Leigh hingga ia begitu saja menuruti instruksi untuk mengirim Larutan Venus kepada orang tak dikenal. Tersangka utama sudah jelas siapa!

Sungguh situasi yang berbahaya! Setetes larutan saja mampu membuat seseorang mengikuti instruksi yang diberikan dengan sukarela, menjadi seolah-olah budaknya. Bayangkan bencana menakutkan seperti apa yang bisa timbul akibat hilangnya setoples larutan!

Penyelidikan singkat membuktikan bahwa memang benar  Bibi Lily dan  Count Caruso dari Asosiasi Internasional Penggilas Adonan, adalah dalang dari hilangnya bahan tersebut. Keduanya ingin memperbudak para pemimpin negara peserta konvensi Dewan Kerja Sama Kuliner Internasional dengan cara memberikan  Kue Alaska yang sudah ditetesi

Sesuai dengan namanya, Dewan Kerja Sama Kuliner Internasional berupaya menyatukan para pemimpin dari seluruh dunia untuk membahas cara-cara untuk memerangi masalah kesehatan melalui pertukaran budaya dan rahasia kuliner.  Slogan pertemuannya saja “DKSKI: Memecahkan Permasalahan Dunia Dengan Menyantapnya”. Paham kan pentingnya pertemuan itu?

Misi mengambil bahan dan menggagalkan upaya tersebut menjadi misi yang semakin berbahaya. Alih-alih membawa bahan kembali, kedua orangtua keluarga Bliss malah tertangkap.  Anak-anak keluarga Bliss harus segera bertindak demi keamanan dunia.

Baca Juga: Lima Buku yang Membuat Liurmu Banjir Saat Membaca

Situasi makin pelik terkait Devin-cowok yang ditaksir Rose. Seorang Rose Bliss memang Master Pembuat Kue, tapi ia juga seorang gadis remaja berusia 13 tahun yang sedang puber. Ia harus memutar otak agar bisa menjaga rahasia keluarga Bliss,  di lain sisi  ia juga membutuhkan bantuan Devin untuk misi kali ini.

Tidak bermaksud merendahkan kemampuan Ty, Rose, Devin Sage, dan Leigh, tetap saja rasanya tidak adil membuat mereka harua menanggung nasib dunia. Ditambah dengan musuh yang umumnya adalah orang dewasa yang kejam, seakan sedang terjadi  perundungan terhadap anak-anak tersebut.

Meski bertema makanan, buku ini juga mengajarkan banyak pesan moral bagi pembacanya. Salah satunya perihal ketenaran. Ternyata, menjadi terkenal bukanlah sesuatu yang  selalu membahagiakan, setidaknya itu yang terjadi terhadap salah seorang anggota kelurga Bliss.

Seperti yang tertera pada halaman 181, “Karena aku ingin menjadi terkenal. Tapi, ketika aku mendapat ketenaran, aku masih merasa hampa. Dan, aku  menyadari, bahwa semua yang kuinginkan, adalah merasakan seseorang-siapa pun-memedulikanku”.

Bagian yang mengisahkan tentang  keluarga Bliss menyusun bahan spesialnya  dengan mempergunakan klasifikasi, membuat saya membayangkan susunan buku di perpustakaan, meski mekanismenya berbeda. Menurut keluarga Bliss, bahan-bahan yang didapatkan dari mitos dan legenda kuno diletakkan pada nomor 350-400. Sementara untuk  jenis buku ini, menurut pustakawan teman saya, ada pada kelas 200.

Urusan kekinian juga ada dalam buku ini. Sebagai contoh, pada halaman 113 disebutkan bahwa Ty merupakan satu-satunya yang diperbolehkan memiliki ponsel. Rupanya walau hidup di zaman moderen, kedua orangtua mereka tetap merasa ponsel bukanlah kebutuhan utama bagi anak-anak. Selanjutnya  unsur kekinian ada di halaman 297, disebutkan mengenai Twitter serta tagar.

Baca Juga: Iacopo Bruno: Sosok di Balik Sampul Buku Memukau

Sering kali saya sampaikan, dan untuk kesekian kalinya setelah membaca buku ini saya akan mengatakan LAGI: Keluarga Bliss membuat memasak seolah-olah sebuah kegiatan yang sangat mudah dan menyenangkan. Bahkan bagi saya yang tak bisa memasak, membuat kue menjadi suatu kegiatan yang sederhana dan mudah namun berefek besar.

Oh ya, untuk alih bahasa dalam buku ini sepertinya berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Meski demikian, saya tidak menemukan gaya yang  lumayan berbeda. Seakan proses alih bahasa dilakukan oleh orang yang sama. Kisah ini berhasil diterjemahkan secara konsisten.

Secara keseluruhan kisah dalam buku ini cukup bisa dinikmati. Baik dari sisi kisah yang mengandung unsur hiburan dan pendidikan, maupun dari cara bercerita. Penulis sepertinya cukup konstan menggambarkan karakter para tokoh. Kalau pun ada perkembangan, itu pun karena faktor usia tokoh yang juga dibuat bertambah seiring waktu. Sebuah perubahan yang wajar.

Dalam kisah kali ini, sosok Rose tidak ditampilkan menjadi seorang yang superior dan mendominasi kisah. Minimal tak seperti buku ketiga. Tokoh yang lain juga mendapatkan “panggung” dengan porsi yang nyaris berimbang. Rose bahkan cenderung bertindak sebagai penyelaras peran antar para tokoh.

Makin penasaran dengan kisah pamungkas. Apalagi bagian akhir buku ini ditutup dengan adegan yang mengingatkan saya akan film Bird dari Alfred Hitchcock. []

Sumber: http://trulyrudiono.blogspot.com