Search
Close this search box.
Web-Banner---Menikah-Untuk-Bahagia-[2]

Menikah, Tidak Cukup Hanya Sekadar Menjalani

Ditulis oleh ,

Yuk, bagikan artikel ini!

Setiap orang yang akan memasuki gerbang pernikahan pastilah menginginkan kehidupan berumah tangga yang harmonis dan senantiasa diliputi kebahagiaan. Namun sayang, tidak semua orang mempersiapkan cukup bekal sebelum memasukinya. Akibatnya, saat menghadapi konflik, persoalan dan berbagai riak dalam rumah tangga, tak sedikit yang gagal menyelesaikannya lalu memilih jalan pintas untuk mengakhirinya. Padahal, menginginkan kehidupan berumah tangga yang harmonis dan bahagia tidak cukup hanya dengan sekadar menjalaninya, melainkan butuh perencanaan, tujuan yang disepakati bersama juga kesungguhan dan komitmen dalam menjalaninya.

Inilah poin-poin penting dalam buku setebal 308 halaman yang ditulis oleh konsultan pernikahan ini. Untuk membangun kehidupan pernikahan yang harmonis, langgeng dan berkelimpahan, ada lima hal yang perlu dimiliki dan dilakukan, yaitu tujuan, mindset yang tepat, knowledge dan skill, komitmen, dan berserah. (hal.6).

Keluarga-bahagia

Saat ditanyakan apa tujuan menikah, maka jawaban yang paling sering muncul adalah dalam rangka ibadah, ingin memiliki anak, sudah cukup umur, dan satu jawaban paling populer sekaligus normatif, yaitu membangun keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. (hal.13). Tetapi, jika ditanyakan apakah sebelumnya pernah mendesain kehidupan pernikahan yang diinginkan, mungkin hanya sedikit sekali yang melakukannya. Padahal, ibarat membangun sebuah menara, pasti membutuhkan desain dan pondasi yang matang, apalagi untuk membangun sebuah pernikahan, sebuah mahakarya tempat meletakkan impian dan masa depan di dalamnya. (hal.26).

Baca Juga: Hal Yang Tidak Akan Pernah Bisa Kamu Temukan di Google

Untuk itulah, saat memulai dan menjalani pernikahan sangat membutuhkan knowledge dan skill. Jika kita ingin sukses dalam bidang apapun, maka kita membutuhkan knowledge dan skill. Demikian juga dalam kehidupan pernikahan. Kita butuh knowledge dan skill yang cukup untuk bisa membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis, langgeng dan berkelimpahan, dan proses menambah knowledge juga mengasah skill ini adalah proses yang akan berlangsung seumur hidup (hal. 122).

Pernikahan juga butuh komitmen dari kedua belah pihak. Komitmen tidak hanya dalam hal kesetiaan, tetapi juga komitmen untuk mau terus berjuang mewujudkan apa yang diinginkan dari pernikahan, komitmen untuk berani menjalani prosesnya, dan komitmen untuk berjuang meningkatkan kualitas pernikahan (hal. 247).

Terakhir, sudah menjadi kewajiban kita untuk menyerahkan hasil semua usaha pada Tuhan, termasuk usaha dalam mempertahankan pernikahan dan memperjuangkannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Satu hal penting disini, bahwa berserah tidak sama dengan menyerah. Menyerah berarti berhenti berjuang.

Sebaliknya berserah adalah sebuah sikap mental yang sejak awal sudah menyadari bahwa hasil akhir adalah teritori Tuhan, bukan teritori manusia. Dengan demikian, kita bisa menjadi lebih tenang saat menjalani pernikahan dan menyadari bahwa tugas kita hanyalah melakukan yang terbaik. Kita tahu, Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik pula. (hal. 254).

Secara keseluruhan, buku ini mengajak para pembacanya untuk meluruskan paradigma akan pentingnya mempersiapkan dan menetapkan tujuan pernikahan, pentingnya usaha yang sungguh-sungguh dalam menjalaninya, yang tentunya harus ditunjang pula oleh bekal ilmu pengetahuan dan kemampuan, serta komitmen kedua belah pihak yang menjalaninya. Sebuah buku yang layak dibaca oleh mereka yang belum menikah sebagai bekal dan panduan, juga bagi yang sedang menjalani pernikahan, buku ini dapat dijadikan pembangkit semangat untuk tetap menjaga kelanggengan pernikahan dan meningkatkan kualitas pernikahan demi mencapai tujuan yang diinginkan bersama.