Search
Close this search box.

Melihat Sisi Lain Kehidupan di Perkotaan Bersama Dua Dini Hari

Ditulis oleh Minou, Admin Noura

Yuk, bagikan artikel ini!

Oleh Adiva Donna Maharani

 

Menjadi rekomendasi novel urban thriller terbaik karya penulis Indonesia, Dua Dini Hari menceritakan tentang kisah pembunuhan dengan tiga anak jalanan sebagai korbannya. Novel ini ditulis melalui sudut pandang orang ketiga dan dibagi menjadi beberapa bab yang merupakan timeline peristiwa tersebut. Setiap babnya memiliki tugas untuk memperkenalkan karakter baru yang membuat pembaca menebak-nebak siapakah dalang dari kasus tragis itu. 

 

Pada dasarnya, cerita ini adalah salah satu dari lima naskah terpilih dalam sayembara “Urban Thriller Competition” yang diselenggarakan oleh Noura Publishing tahun 2018 lalu. Bertajuk tema urban, maka para peserta menuliskan cerita dengan mengambil sudut pandang kehidupan perkotaan dan dalam Dua Dini Hari, daerah Jatinegara, lah, yang menjadi latar tempatnya. Sang penulis, Chandra Bientang, mengakui dia sudah akrab dengan dunia buku sejak dini dan rajin membaca tulisan karya Enid Blyton dan Agatha Christie sehingga mampu menciptakan keorisinalitasannya terhadap cerita misteri.

 

Novel debut Chandra Bientang ini memberikan nuansa filosofis dan sosial-politik karena mengangkat isu tentang perbedaan kelas, diskriminasi terhadap anak jalanan, dan relasi kekuasaan. Tidak ada unsur untuk menghakimi atau menentukan mana solusi terbaiknya, namun ceritanya mengajak pembaca merenungkan kembali akan masalah sosial yang nyatanya hadir di tengah-tengah masyarakat. Ditambah penggambaran ruang lingkup wilayah Jatinegara sebagai kawasan kelam, memiliki sudut yang menghadirkan suasana menegangkan, dan tidak benar-benar menawarkan rasa aman. Semua unsur kisah dalam novel ini terasa pas dengan realitas di depan mata, yaitu kehidupan jalanan yang keras, padat dan sesaknya kota, perbedaan kekuasaan, serta berbagai macam latar belakang masyarakat dan rahasia kecil milik mereka. 

 

Meskipun seperti membaca puzzle teka-teki dalam setiap babnya, novel ini tidak kehilangan ritme cerita dan berhasil menyiratkan benang merah yang meyakinkan pembaca bahwa si pelaku kejahatan mudah sekali ditebak. Sayangnya, itu hanya perasaan belaka saja. Nyatanya pembaca harus tetap mengawasi setiap karakter, yang masing-masing memiliki suatu cerita tersembunyi, untuk mengetahui siapa pelaku sebenarnya. Aktivitas yang dilakukan setiap tokohnya mempersilakan siapa pun untuk berpikir dari sudut pandang yang berbeda. Sebagai lulusan jurusan Filsafat di Universitas Indonesia, Chandra Bientang berhasil menggambarkan dilema moral secara teoritis.

 

Premis cerita Dua Dini Hari juga tak kalah menarik karena dipenuhi dengan misteri demi misteri yang saling berkaitan, kejutan di saat yang tepat, dan plot-twist di sana-sini. Pemilihan kata oleh Chandra Bientang mampu mendukung atmosfer suspense yang sudah menjadi ciri khas novel thriller. Karena berhasil menciptakan keistimewaan tersendiri, Dua Dini Hari bahkan menjadi pemenang dari dua kategori, yaitu Best Novel dan Best Crime Drama & Thriller dalam Scarlet Pen Awards tahun 2020. Pada tahun terbit Dua Dini Hari, cerita pendeknya yang berjudul Anak Kucing Leti pun terpilih dalam program Penulis Emerging di Ubud Writers and Readers Festival, yang diselenggarakan oleh Yayasan Mudra Swari Saraswati. Dengan ini, Chandra Bientang terbukti sebagai salah satu penulis yang berfokus pada isu terkini di sekeliling kita.

 

Untuk itu, Dua Dini Hari adalah novel yang mampu menyentuh hati dan pikiran pembacanya melalui cerita yang terasa dekat dalam kehidupan sehari-hari. Dan novel inilah yang tepat bagi kamu si pencinta kisah misteri dengan bumbu-bumbu konspirasi pemecahan suatu masalah. Selain itu, novel ini bisa mengajakmu untuk melihat lebih teliti tentang keadaan di sekitarmu. Dijamin bikin kamu ketagihan untuk baca urban thriller lainnya!

[PESAN BUKUNYA DI SINI]

 

 

 

Referensi:

https://blog.mizanstore.com/ini-dia-peraih-penghargaan-scarlet-pen-awards-2020/

 

https://www.ubudwritersfestival.com/blog/kenali-penulis-emerging-indonesia-2019-chandra-bientang/