Ditulis oleh: Nasyafka Dinanti
Dikutip dari buku: Indonesia X-Files
“Kamu gila, nekat ngelawan arus. Hati-hati nyawa bisa melayang!” adalah ucapan teman-teman ketika beliau mengabaikan peringatan mereka ketika menjadi saksi ahli kasus aktivis buruh Marsinah. Beliau yang memang sering dikenal nyentrik dan blak-blakan ini adalah almarhum dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F., seorang forensik ternama Indonesia. Dokter asal Pekalongan ini merupakan lulusan S2 Dokter Spesialis Forensik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan semasa hidupnya berturut serta dalam banyak penyelidikan kasus-kasus besar di Indonesia. Walaupun beliau sudah tiada, hasil kerjanya dan tekadnya untuk mengungkapkan kriminalitas negara melalui kemahirannya di kedokteran forensik tetap menjadi sebuah inspirasi.
“Satu Kalimat Mun’im yang tak pernah pergi dari benak saya: ‘Memang benar, seseorang yang sudah wafat tak lagi bisa dihidupkan kembali. Tapi, dia masih punya hak untuk memperoleh keadilan!’” tulis Maman Suherman, Alumnus Kriminologi UI dan rekan penulis.
Oleh karena itu, tidak heran jika beliau memiliki peran besar dan dikenang baik dalam dunia kriminologi dan penyidikan Indonesia. Salah satu peninggalan beliau adalah bukunya yang berjudul “Indonesia X-Files” yang diterbitkan pada tahun 2013. Buku ini mengungkapkan rahasia terkait kasus-kasus besar Indonesia mulai dari Misteri Kematian Mahasiswa Trisakti, Kematian Bung Karno, hingga Kematian Munir; tragedi seperti Kasus Semanggi dan Korban Pesawat Hercules. Beliau juga menyibak kejahatan lain: narkoba, malapraktik, kekerasan seksual dan kejahatan terhadap anak.
Semua ini diungkapkan dalam sebuah buku yang mudah untuk dimengerti bagi masyarakat awam. Dokter yang dikenal akrab sebagai dr. AM ini mengakui dalam pengantar bukunya pada halaman 12, bahwa “Indonesia X-Files” memang disengaja untuk menggunakan gaya penulisan yang berbeda dari kebanyakan buku yang ditulis para akademisi dari kampus. “… Penulis membuat ilmu kedokteran forensik menjadi mudah dimengerti, sementara yang lain tetap menganggap bahwa semakin sulit itu semakin baik.” Ujar beliau pada halaman 11.
“Indonesia X-Files” juga mengungkapkan pada khalayak publik miskonsepsi sekitar dunia forensik serta tujuan aslinya dalam penegakan hukum. Dr. Abdul Mun’im menjelaskan dalam bukunya pada bab berjudul “Kedokteran Forensik: Upaya Ilmiah Untuk Penegakan Hukum dan Keadilan”, bahwa tujuan utama ilmu kedokteran forensik adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan mengikuti fakta yang objektif dan berdasarkan logika, perlu adanya transparansi dan bertujuan untuk melindungi masyarakat (to protect society). Contoh pengalaman yang dialami oleh dr. Abdul Mun’im dalam menjawab pertanyaan pers mengenai hasil forensik Tragedi Trisakti 1998. Wartawan menanyakan apakah luka tembak pada korban merupakan kesengajaan atau pantulan. Berikut adalah jawaban beliau:
“Oh, masalah itu, ‘kan saya tidak bisa telepati. Saya tidak bisa membaca pikiran orang, termasuk pikiran yang ada di kepala Anda. Sengaja atau tidak sengaja, itu ‘kan urusan niat, tanyakan pada si pelaku. Tentang pantulan itu kan berkaitan dengan lintasan peluru sebelum sampai mengenai korban. Saya bukan saksi mata dan jangan selalu diartikan kalau pantulan itu identik dengan ketidaksengajaan atau kecelakaan. Pantulan sebatas lintasan peluru, tidak ada kaitannya dengan niat. Apakah Anda sekarang sudah mengerti dan paham benar tentang posisi saya sebagai dokter forensik, sebatas saksi ahli, hasil akhir bukan proses?”
Demikian penjelasan almarhum dr. Abdul Mun’im yang memang dikenal sebagai sosok yang blak-blakan dan tidak enggan untuk menjelaskan secara transparan dalam bukunya yang berjudul “Indonesia X-Files”. Walau beliau sudah tiada, jasanya akan selalu terlihat dampaknya dalam dunia forensik Indonesia serta tercetak dalam tinta hitam bagi masyarakat awam yang ingin membuka mata mereka dengan membaca bagaimana beliau membongkar kasus-kasus kriminalitas dan kejahatan di negeri ini.