Web-Banner---Menikah-Untuk-Bahagia-[3]

Benarkah Menikah Itu Untuk Bahagia?

Ditulis oleh ,

Yuk, bagikan artikel ini!

Apa sih bahagia itu?

Ada banyak sekali versi tentang kebahagiaan. Sepertinya tiap orang bisa punya jawabannya sendiri.

Ada satu jawaban yang membuat kami tercenung. Dan, jawaban ini kami dapatkan di sebuah diskusi di ruang keluarga klien yang kebetulan mengundang kami untuk berbagi di keluarga besarnya.

“Bahagia itu adalah saat saya bisa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.”

Subhanallah … daleeem banget jawabannya euy. Butuh waktu untuk kami bisa mencerna jawaban ini. Semakin lama, kami semakin meyakini inilah kebahagiaan yang sesungguhnya. Sebagai orang yang meyakini adanya Hari Akhir dan Hari Pembalasan, harapan terbesar adalah bisa masuk jannah, surganya Allah. Dan, inilah kebahagiaan sejati. The real happiness.

Untuk bisa masuk surga, syaratnya sederhana kok … ikuti perintah-Nya, jauhi larangan-Nya.

Baca Juga: Menikah, Tidak Cukup Hanya Sekadar Menjalani

Iya siiiih … sederhana, tetapi butuh perjuangan luar biasa untuk bisa melakukannya dengan istiqamah, dengan konsisten.

Rumahku surgaku. Alangkah indahnya ungkapan ini. Betapa nikmatnya jika rumah kita bisa menjadi sekeping surga di muka bumi ini. Ingin menciptakan surga di rumah kita? Ingin mendapatkan kebahagiaan di rumah tangga kita? Syaratnya sederhana saja … ikuti perintah-Nya, jauhi larangan-Nya. Insya Allah, kita bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Nukilan-Menikah-Untuk-Bahagia

Teorinya mudah, prakteknya sungguh butuh perjuangan. Merasa sudah melakukan yang terbaik, merasa sudah melakukan hal yang benar, dan merasa-merasa lainnya.
Semoga kehadiran buku ini bisa membantu Anda semua untuk “lebih mudah” menjalankan ibadah yang bernama pernikahan ini. Dan, semoga bisa membantu Anda untuk menciptakan surga di rumah Anda.

Selamat menikmati hidangan di buku ini. Alhamdulillah sudah masuk tahun ke-5 dan ternyata masih terus bisa memberikan manfaat buat yang membacanya.

PERCUMA

“Untuk apa punya rumah mewah? Untuk apa punya mobil banyak? Untuk apa punya penghasilan besar …?” Ucapnya dengan tatapan nanar dan helaan nafas yang berat.
Saya tertegun mendengar curhatan klien saya ini karena saya juga diinformasikan bagaimana kondisi mereka sebelumnya. Bagaimana terpuruknya perekonomian mereka. Bagaimana jatuh bangunnya mereka menghadapi kehidupan.

Seiring dengan waktu disertai dengan kerja keras akhirnya mereka saat ini boleh dibilang sudah cukup mapan dan berkelimpahan. Namun, bertolak belakang dengan yang banyak orang pikirkan/yakini, ternyata membaiknya kondisi ekonomi tidak serta merta sejalan dengan membaiknya kualitas kehidupan pernikahan.

Klien saya ini contohnya. Saat sedang susah dulu, mereka pikir wajar saja kalau kehidupan pernikahan mereka sering diwarnai dengan keributan, dengan cekcok suami istri. Mereka bekerja sangat keras untuk memperbaiki kondisi finansial. Mungkin mereka berpikir saat kondisi finansial membaik, kualitas hubungan mereka juga akan membaik.
Sepertinya itu juga yang mereka rasakan di awal-awal membaiknya kondisi finansial mereka. Saya ingin menggaris bawahi kata “sepertinya”. Mengapa? Berkaca pada kondisi mereka saat ini, ternyata hanya menunda ledakan bom waktu saja.

Baca Juga: Menikah untuk Bahagia

Membaiknya kondisi finansial mereka hanya berfungsi seperti obat bius. Hanya menghilangkan rasa sakitnya untuk sementara. Sedangkan penyakitnya sendiri, yang sudah lama ada sejak kehidupan mereka masih susah, belum dibenahi, belum diobati, belum diperbaiki dengan tuntas. Mereka terlanjur terlena dengan keadaan yang sudah nyaman, dengan kondisi yang sepertinya baik-baik saja. Sampai akhirnya bom waktu itu meledak.

Seringkali kita gagal memahami apa sebenarnya akar masalah dalam kehidupan pernikahan kita masing-masing. Seringkali kita menunjuk masalah ekonomi sebagai akar masalahnya. Saya yakin kisah klien saya ini mewakili banyak kisah serupa di luar sana. Kalau memang benar faktor ekonomi adalah akar masalah dari kehidupan pernikahan mereka, tentunya kualitas kehidupan pernikahan mereka akan jauh lebih baik setelah mereka mapan. Namun, ternyata yang terjadi adalah sebaliknya.

Apakah artinya faktor ekonomi tidak punya peran sama sekali dalam kebahagiaan pernikahan? Hehehe… bukan itu yang saya sampaikan.

Anda yakin kalau faktor ekonomi adalah akar masalah anda? Monggo …. Kalau Anda merasa ada yang lebih dari sekedar masalah ekonomi, monggo gali lebih lanjut. Kita bebas memilih apa yang kita yakini. Selama kita yakin bahwa yang kita yakini itu pada akhirnya bisa membawa kita kepada hasil yang seperti kita harapkan.