Menikah-Untuk-Bahagia

Menikah untuk Bahagia

Ditulis oleh ,

Yuk, bagikan artikel ini!

Risensi Oleh: 

Sebelum memulai review buku ini, saya mau membuat pengakuan: saya tidak pernah memikirkan tentang pernikahan dengan serius sebelumnya, how marriage works, sebelum anak saya -Ayra- lahir.  Sejak Ayra lahir 9 bulan yang lalu, saya mengurusnya sendiri, tanpa bantuan babysitter dan saya juga bekerja part time. Jadi sebagian besar Ayra diasuh oleh saya dan suami, hanya kadang-kadang saja dititipkan ke eyangnya.

Sejak  memiliki Ayra, hubungan pernikahan saya bisa dikatakan mengalami turbulensi, dikarenakan semua energi saya habis untuk mengurus anak, rumah, dan pekerjaan. Sampai di suatu titik, saya merasa asing dengan suami saya. Bukan membencinya, tapi juga tidak ada desire. Jarang sekali kami mengobrol atau santai berdua. Rasanya hubungan kami cuma sebagai room-mate.

Entah apakah semua ibu baru begitu… atau cuma saya saja yang benar-benar polos dalam hal motherhood/marriage life. Hingga suatu saat saya menemukan akun twitter @noveldy, seorang konselor pernikahan. Saya hanya menjadi follower pasif saja. Hingga beberapa minggu yang lalu beliau me-launching buku “Menikah untuk Bahagia: Formula Cinta Membangun Surga di Rumah”.

Jujur saja, saya gengsi untuk beli buku semacam ini, tentang pernikahan, kok kesannya pernikahan saya bermasalah. Tapi dalam hati saya, memang ada yang (mulai) salah kok. Oke, jadi saya akhirnya membeli buku ini.

Kebahagiaan-Wanita

Buku Menikah untuk Bahagia (MUB) ini terdiri dari 5 bagian (Diamond of Love): Tujuan, Mindset, Knowledge and Skill, Komitmen dan Berserah. Rumusnya menggunakan Diamond of Love, dimulai dengan pengetahuan proses terbentuknya sebuah berlian (diamond). Bahan dasar terbentuknya berlian adalah karbon yang mengalami tekanan yg sangat kuat di perut bumi, sekitar 5 giga pascal, yang setara dengan 725.188,689 psi. Untuk perbandingan, tekanan angin ban mobil itu sekitar 32 psi. Sudah terbayang berapa besar tekanannya? Karbon ini juga mengalami pemanasan sekita 1.200 derajat Celcius. Paduan tekanan yang sangat kuat, suhu sangat tinggi, serta proses yang mencapai jutaan sampai miliaran tahun, akhirnya menghasilkan kristal yang sangat keras dan padat.

Ternyata itu belum cukup. Untuk bisa berkilau, kristal tersebut harus dipotong dan dibuang di bagian tertentu oleh ahlinya, yang tahu betul bagian mana yang harus dipotong dan berapa besar sudut pemotongannya. Terakhir, barulah berlian itu dipoles untuk mengeluarkan kilau terbaiknya.

Prinsip ini tadi juga berlaku dalam kehidupan pernikahan. Untuk bisa mendapatkan kualitas kehidupan yang berkilau, indah, solid, dan bernilai, kita harus mau melewati proses yang sama. Kita akan melewati tekanan yang sangat besar serta panasnya suasana hati dan emosi yang terjadi dalam prosesnya. Kita juga harus rela dipotong dan dibuang bagian yang tidak perlu, yaitu hal-hal negatif dari diri kita. Dan terakhir kita harus mau untuk memoles diri dengan terus meningkatkan kualitas diri.

Dalam setiap bagian, terdapat banyak sub-bagian yang menjelaskan berbagai hal/proses dalam pernikahan. Salah satu yang “mengena” di saya yaitu “Antara Kucing Anggora, Banteng Matador, dan Zombie”. Kucing anggora merupakan analogi pasangan yang baru menikah, menyenangkan, lemah lembut, pokoknya loveable deh. Setelah beberapa tahun menikah, ada yang berubah jadi banteng matador (galak, pemarah, agresif, tidak peduli perasaan orang lain, dan mudah tersinggung), ada juga yang berubah menjadi zombie (dingin, tidak punya tujuan, apatis, dan tidak peduli). Kenapa bisa berubah seperti itu? Sebenarnya “tanpa disadari” kitalah yang menyebabkan pasangan kita berubah seperti itu. Cara kita merespons pasangan dan cara kita bersikap ternyata bisa mengubah pasangan kita. Tanpa disadari, karena sikap kita ini membuat pasangan kita menjadi kurang menghargai kita. Pasangan kita melihat kita tidak layak untuk didengar. Ia tidak percaya dengan apa yang kita katakan. Yang terlihat akhirnya pasangan kita seperti merendahkan dan meremehkan kita. Dia pun berubah menjadi banteng matador.

Bisa juga yang terjadi sebaliknya. Tanpa disadari, justru sikap kita yang cenderung merendahkan atau meremehkan psangan kita. Mungkin dari ucapan, bahasa tubuh, tatapan mata, semua bisa mematikan perasaan pasangan kita. Tanpa disadari, kita sudah menjadi pembunuh berdarah dingin bagi pasangan kita. Hasilnya, dia pun menjadi zombie. Dalam kasus saya, sepertinya inilah yang terjadi, saya menciptakan pasangan saya seperti zombie.

Ada satu bab lagi yang menurut saya sangat menyentuh. Sebagian besar kita bersemangat untuk meningkatkan pengetahuan yang menunjang karier kita, seperti mengikuti training, seminar di luar kota, mengikuti sertifikasi, membeli buku mahal, dan membayar membership mahal untuk bergabung di asosiasi yang menunjang karier kita. Tapi mungkin sedikit sekali yang mau “dengan sadar” untuk terus meng-upgrade ilmu tentang pernikahan, seperti membeli buku tentang pernikahan, mengikuti seminar, dsb. Setidaknya saya begitu. Karena mungkin bagi sebagian besar orang timur, masalah pernikahan adalah hal tabu untuk dibicarakan, itu merupakan suatu hal natural yang tidak perlu dipelajari. Tapi dari buku ini saya mengerti banyak hal tentang pernikahan.

Tumbuh-bahagianya-anak

Seorang anak tumbuh dan berkembang tergantung dari orangtuanya, dari kualitas hubungan orangtuanya. Menurut saya, buku ini sangat penting untuk dibaca, baik yang masih single, sudah menikah ataupun bercerai (karena ada bab juga untuk yang sudah bercerai).

Kebahagiaan pernikahan tidak diantar malaikat di atas nampan emas ke hadapan Anda. You have to fight for it!

Yuk, kita sama-sama belajar membangun pernikahan yang sehat, indah dan bahagia.