Tawakal, Syukur, dan Ridha dalam Buku Berserahlah, Biarkan Allah Mengurus Hidupmu

Ditulis oleh Minou, Admin Noura

Yuk, bagikan artikel ini!

Gus Ali Masyhuri, pengasuh Pondok Pesantren Bumi Shalawat Lebo Sidoarjo, dalam salah satu ceramahnya mengatakan, “Orang yang dalam kepalanya terlalu banyak daftar keinginan, apa pun dimasukkan ke kepalanya. Sehingga, kepalanya penuh sampah kehidupan. Urusan beras dimasukkan ke kepalanya, warung sepi dimasukkan ke kepalanya, tetangganya membangun rumah dimasukkan ke kepalanya. Akhirnya, kepalanya sakit. Dan, sakit yang seperti ini tidak mempan meskipun diminumi seluruh obat di apotek.”

Begitulah beliau menggambarkan kondisi masyarakat di zaman ini. Banyak keinginan, membuat pikiran terbebani. Banyaknya keinginan bisa menimbulkan iri dengki yang juga membebani pikiran. Akibatnya, hidupnya penuh tekanan yang sebetulnya ditimbulkan oleh dirinya sendiri.

Terlebih pada zaman ini dengan banjirnya informasi dari media sosial, yang menawarkan berbagai gaya hidup menggiurkan. Membuat sebagian manusia tenggelam dan terbawa arus informasi yang datang. Mereka tak bisa memilih dan memilah paparan informasi tersebut. Maka tak heran jika kata mental healing dan mindfulness sering kita temukan berseliweran di media sosial. Ini menggambarkan banyaknya masalah mental pada manusia zaman ini. Dan itu disebabkan, dalam bahasa anak sekarang—sebagaimana yang disampaikan Gus Ali—overthinking.

Padahal kalau kita mau merenung, apa sih yang berada dalam kekuasaan kita? Usaha kita belum tentu berhasil. Makanan kita tidak pasti membuat kita sehat. Kita juga tidak mengetahui sampai kapan kita hidup. Seharusnya kita sadar bahwa tak satupun kepastian berada dalam genggaman kita. Tak satu pun yang kita kuasai dalam menjalani hidup. Yang bisa kita lakukan tak lebih dari sekadar ikhtiar (upaya) untuk mencapai hasil. Sedangkan hasilnya, sepenuhnya berada dalam kuasa Allah yang Mahakuasa. Maka, belajar berserah dan bersyukur menjadi penting agar kita merasa tenang dalam menjalani hidup.

Dengan berserah (tawakal) menunjukkan kita sadar bahwa segala yang terjadi dan kita usahakan penentunya adalah Allah. Ikhtiar sebaik-baiknya wajib kita lakukan untuk mencapai yang kita inginkan, tetapi bersamaan dengan itu kita juga sadar bahwa hasil bukan kita yang menentukan. Berserah menjadi penting ketika hasil usaha kita tidak sesuai dengan yang kita bayangkan, agar kita siap menerimanya.

Selain itu, adalah positive thinking terhadap apa pun yang terjadi pada diri kita. Karena, ketika kita positive thinking, kita meyakini bahwa selalu ada sisi baik pada kejadian yang menimpa kita, meskipun tampaknya buruk. Dan sebaliknya, jika kita tidak positive thinking ketika kejadian buruk menimpa kita, kita akan sulit move on dan masalah itu akan menjadi beban dalam pikiran kita. Sehingga, akan menyulitkan kita menemukan jalan keluar. Positive thinking inilah yang disebut syukur dalam bahasa agama.

Berserah dan bersyukur, adalah tolok ukur keberhasilan kita mengendalikan nafsu. Jika kita berhasil, saat itulah jiwa kita disebut nafsul-muthmainnah (jiwa yang tenang) yang telah ridha (dengan segala ketentuan Allah) dan Allah meridhainya. Dan, Allah mengakui kita sebagai hamba-Nya dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Fajr (89) ayat 27 dan 28.

Emha Ainun Nadjib dalam buku ini membahas tentang tawakal, syukur, dan ridha dengan mentadaburi ayat-ayat yang berkaitan dengannya. Banyak hal menarik yang dapat kita pelajari dari buku ini.

Semoga buku ini bermanfaat.[]

Jakarta, 10 Agustus 2022

Ahmad Najib

 

Dapatkan buku Berserahlah, Biarkan Allah Mengurus Hidupmu karya Emha Ainun Nadjib