Candra Malik

CANDRA MALIK, oleh Begawan Sastra Indonesia, Profesor Budi Darma, ditahbiskan sebagai Sastrawan Sufi, sejak menerbitkan sebuah buku sastra berjudul Sekumpulan Cerita Pendek Mawar Hitam pada 2015. Buku berjudul Surat Cinta dari Rindu ini merupakan kumpulan puisinya yang kedua setelah Sekumpulan Puisi Asal Muasal Pelukan pada 2016, dan buku kesepuluh yang telah ditulisnya. Dilahirkan di Solo pada 25 Maret 1978, Gus Can—sapaan akrabnya—adalah seorang sufi yang bergiat di bidang ke susastraan, kesenian, kebudayaan, dan kespiritualan. Pengalaman jurnalistik di sejumlah media cetak nasional, berbahasa Indonesia dan Inggris selama satu dasawarsa mendorongnya kreatif dan produktif menulis. Selain puisi dan cerita pendek, Gus Can juga telah menerbitkan kumpulan haiku bertajuk Fatwa Rindu, Cinta 1001 Rindu, dua novel, yaitu Mustika Naga dan Layla, dan sebuah buku kumpulan esai berjudul Republik Ken Arok. Dalam berkesenian, Gus Can mulai hadir dengan melahirkan sebuah album religi berjudul Kidung Sufi Samudera Cinta yang langsung menunjukkan keberagamannya dengan melibatkan belasan maestro dalam karya pada 2012 ini. Disusul kemudian dengan album Kidung Sufi Doa-Doa yang dia garap di sela-sela tur konser dengan legenda hidup musik Indonesia, Iwan Fals, pada 2013. Setahun kemudian, Gus Can merilis Extended Play berjudul Energy for Life yang diproduksi di Melbourne, Australia. Di penghujung tahun yang sama, dia dianugerahi Piala Vidia untuk kategori Penata Musik Terbaik pada Festival Film Indonesia 2014. Pada 2017, Gus Can kembali hadir dengan album terbaru, yaitu Cintakustik. Karya-karyanya dalam bermusik juga dapat dinikmati di sejumlah video musik. Gemar berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada siapa pun, Gus Can berkeliling ke pesantren-pesantren menyelenggarakan program Santri Bernyanyi. Dia pun tak segan untuk belajar kepada siapa pun, salah satunya dengan berkolaborasi dengan seniman dari berbagai genre di berbagai daerah. Dia juga memanfaatkan tayangan televisi untuk menebarkan Cinta dan Kasih Sayang. Sejak 2017, Gus Can merintis majelis ngaji budaya bertajuk Suluk Badran di lingkungan kampung halamannya. Dia juga berkhidmat sebagai Wakil Ketua Lembaga Seni dan Budaya Muslim Indonesia pada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lesbumi PBNU) periode 2015-2020. Dia juga turut mendirikan organisasi profesi untuk penulis di tanah air, yaitu Satupena—akronim dari Persatuan Penulis Indonesia. Kehidupan Gus Can memang lekat dengan spiritualitas tasawuf yang telah dia pelajari sejak kecil. Mulai mengenal dunia kebatinan Islam dari keluarganya, dia hingga kini masih terus belajar dari belasan mursyid. Sangat menyukai sowan kepada kiai dan ziarah kepada waliullah, Gus Can percaya kepada doa dan keberkahan manusia-manusia pilihan yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya itu. Makrifat Cinta, Menyambut Kematian, Ikhlaskanlah Allah, dan Meditasi, Mengenal Diri Kita Sendiri, adalah empat buku yang telah ditulisnya untuk mengabadikan pengetahuan, perenungan, dan pengalamannya di dunia spiritual. Gus Can menyiapkan buku berikutnya, sebuah kumpulan catatan yang berjudul Mengislamikan Islam untuk menandai usianya yang ke-40.

Menampilkan hasil tunggal