Description
“Sekiranya bukan karena terdorong oleh kewajiban mengenang jasa atau pensyukuran kebaikan, niscaya saya takkan merasa perlu mengingatkan akan kandungan Nahjul Balâghah yang sarat dengan pelbagai seni kefasihan serta keindahan susunan kata-katanya. Apalagi tak satu pun tema penting telah ditinggalkannya, ataupun alur pemikiran sehat yang tak dilintasinya ….”
—Syaikh Muhammad Abduh, Mufti Mesir, 1899
Ali bin Abi Thalib r.a. memiliki kedudukan khusus di sisi Rasulullah Saw. dengan kekerabatannya yang amat dekat. Kedekatannya dengan Rasulullah Saw. diawali bahkan sejak Ali r.a. masih anak-anak. Sejak usianya yang amat dini, dia berada di bawah asuhan Sang Mustafa, Sang Manusia Pilihan. Tak heran jika Ali-lah yang paling banyak menerima pancaran sinar ilmu dan hikmah, sehingga Nabi Saw. bersabda, “Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya. Maka siapa saja ingin mendapat ilmu, hendaknya dia melewati pintunya.”
Berkat pancaran ilmu itulah, tak seorang pun ahli bahasa Arab berani mengingkari ucapan-ucapan Ali r.a. Bahkan ulama besar memuji ucapan-ucapan Ali r.a. sebagai yang paling mulia, paling fasih, paling padat isinya, paling tinggi mutunya, dan paling meliputi makna-makna agung setelah firman Allah Swt. dan sabda Nabi-Nya Saw.
Ketika Umar bin Khaththab r.a. menjabat sebagai khalifah, beliau tak segan meminta dan menerima pendapat Ali r.a. dalam keputusannya. Tak heran jika pada suatu kesempatan Khalifah Umar bin Khaththab r.a. mengakui, “Kalau bukan karena Ali, sungguh telah binasa Umar.”