Datanglah ke beberapa seminar ataupun pelatihan tentang menulis. Kemudian catat pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan audiens. Periksalah rekap pertanyaan setiap seminar atau pelatihan, dijamin akan selalu muncul pertanyaan, ‘Bagaimana tulisan kita dapat diterima penerbit?’ demikian pula dengan pertanyaan, ‘Bagaimana mendapatkan ide menulis?’
Walaupun pertanyaan tersebut sangat sering muncul, tetapi jawabannya tentu beragam. Kali ini, Manajer Redaksi Noura Publishing, Suhindrati Shinta, atau akrab dipanggil Shinta ikut membagikan beberapa tips agar tulisan Anda dapat dilirik penerbit, dalam sesi Instagram Live Out of The Boox “Ngobrol Bareng Redaksi”, Rabu (15/4/2020). Berikut beberapa tips yang dibagikan Shinta:
1. Membaca Dulu sebelum Menulis
Bagi Shinta, penulis yang baik menurutnya, karena didukung otaknya yang berisi. “Aku percaya orang yang banyak baca buku itu biasanya menulis lebih baik,” jelasnya.
Beberapa buku yang terkenal laris pun biasanya juga didukung oleh kemampuan riset si penulis. Riset dapat memperkaya tambahan materi untuk ditulis.
Membaca juga diyakini dapat mengasah kepekaan si penulis. Kepekaan dapat merangsang kemampuan menulis, serta menentukan ciri khas ataupun keunggulan yang ingin ditawarkan si penulis kepada pembaca. “(Mungkin) tema besarnya itu-itu aja, tapi gimana ngemasnya supaya beda, udah ada belum tema ini di buku lain,” tambahnya.
2. Menentukan Ide Menulis
Menurut Shinta, bukan tidak mungkin ide juga didapatkan dengan meniru. Ia menyarankan buat penulis pemula untuk memiliki role model dalam dunia kepenulisan sebagai bahan inspirasi. “Role model awalnya aja buat belajar nulis kayak gimana,” katanya. “Bahkan seniman pun mengamati dulu yang dia suka, baru modifikasi. Tapi bukan menjiplak ya, beda lagi,” lanjutnya.
Ide pun bisa didapat dari mana saja, seperti membaca buku, menonton film, ataupun mendengarkan lagu. Shinta mencontohkan cara kerja salah satu editor fiksi di Noura yang juga telah menerbitkan 15 novel, Yuli Pritania, yang memiliki tempat khusus untuk menyimpan inspirasi yang ia dapat. “Oh, ini tiba-tiba ingat adegan bagus, dicatat buku khusus, baru nanti dijahit (dirangkai –red),” katanya.
Salah satu penonton acara Instagram Live ada yang bertanya, bisa tidak novel mengambil setting kondisi pandemi Covid-19? Shinta menjawab bisa saja kondisi sekarang dijadikan ide cerita. Selama kemudian penulis dapat mengemasnya dengan menarik. “Bisa aja kalau emang menarik, di luar negeri sendiri sudah mulai ada novel yang terbit dengan tema lockdown tapi genrenya sci-fi thriller,” katanya.
Namun bagi Shinta, penulis tidak harus membebani dirinya dengan tuntutan membuat ide yang ‘wah’. Pada akhirnya, kembali ke kemampuan penulis untuk menyelipkan sesuatu yang khas dalam tulisannya. “Kita nggak harus nyari tema seperti itu, yang penting cerita bagus, setting meyakinkan,” katanya. “Kadang-kadang premisnya biasa, cuma karakternya lucu, biasa dari segi tema, tapi ada ciri khas dari dialog atau setting,” lanjutnya.
3. Asah Terus Kemampuan Menulis
Peribahasa ‘Alah bisa karena terbiasa’ wajib tertanam dalam pikiran penulis. Shinta menyarankan penulis pemula untuk menghadiri seminar ataupun pelatihan menulis, agar semakin mengasah kemampuan menulis. “Sering-sering ikutan talkshow,workshop. Sering-sering latihan seperti itu sangat membantu menurutku, menulis itu skill, semakin dilatih, semakin terbiasa,” ujarnya.
Shinta menyebut, ada penulis yang begitu ketat dalam melakukan pekerjaannya. Dalam sehari, dia selalu menyempatkan dirinya untuk menulis. “Ada tipe penulis yang disiplin, jadi dia akan mengharuskan dirinya menulis misalnya 1 halaman setiap hari,” ujarnya.
4. Menentukan Penerbit untuk Tulisan Anda
Penulis juga wajib mempertimbangkan penerbit yang ingin ia pilih untuk menerbitkan tulisannya. Oleh karena itu, penulis wajib mengetahui karakter penerbit yang ia sasar, cara utamanya tentu dengan membaca karya-karya terbitan penerbit tersebut.
“Mereka nerbitin, enggak, naskah seperti itu? Sebaiknya baca dulu buku-buku terbitan penerbit yang kita sasar. Itu memperlebar kemungkinan diterbitkan juga, karena kita tahu (karakter) penerbitnya,” jelasnya.
Ia mencontohkan karakter buku-buku terbitan Noura. Noura mempunyai ketentuan tersendiri untuk menyeleksi naskah yang masuk. Meskipun menerbitkan novel romance dan thriller¸ tapi kontennya tetap harus diseleksi. “Terlalu grafis, mengandung (sentimen) SARA, pornografi, buat kita sih big no,” tegasnya dengan nada meyakinkan.
Mengirim naskah ke beberapa penerbit sekaligus menurutnya boleh saja. Asalkan penulis wajib memberitahu penerbit yang ia tuju, serta menentukan prioritas penerbit yang diinginkan.
Saat proses pengiriman naskah, penulis juga harusmenyertakan sinopsis lengkap atau ringkasan dari keseluruhan isi buku dari awal hingga akhir. Sinopsis yang bagus menurutnya jika dibaca seakan-akan pembaca telah membaca satu novel secara utuh, walaupun hanya ringkasan.
“Sinopsis itu benar-benar lengkap, bisa dibilang ringkasan cerita. Jadi yang bagus itu dari baca sinopsisnya berasa baca satu novel, itu dulu yang biasanya dibaca redaksi saat pengajuan naskah,” jelasnya. Baginya, sinopsis untuk buku novel pun tak perlu terlalu panjang. “Kalau untuk naskah novel, 1-2 halaman cukup,” lanjutnya.
Naskah yang telah diterima penerbit kemudian masuk tahap penyuntingan. Penyuntingan bukan tidak mungkin dapat mengubah hal-hal mayor dari naskah.
“Saat diedit bisa jadi ending-nya berubah setelah diskusi editor dengan penulisnya, bisa jugaadaperubahan karakter, tergantung naskahnya,” jelasnya.
5. Mulai Branding Diri Anda
Setelah naskah selesai disunting dan kemudian dicetak, penulis juga turut andil memasarkan karyanya. Dia harus membangun hubungan dengan para pembacanya.
“Jadi penulis harus sangat involve dengan karyanya, membangun keterlibatan dengan pembacanya. Caranya satu menurutku, ada engagement antara penulis dan pembaca, jadi penulis kayak sosok ikon ‘artis’ dalam penulisan,” ujarnya. Penulis tidak bisa menyerahkanbegitu saja urusan penjualan buku kepada penerbit dan tidak peduli apakah karyanya diterima pasar atau tidak.
Penulis pemula seringkali khawatir jika penerbit hanya memilih penulis dengan followers yang banyak di media sosial. Shinta menjelaskan bahwa sebenarnya ini juga karena tuntutan pembaca. Terkadang pembaca yang melihat sebuah buku berdasarkan, sosok penulisnya. Semakin terkenal penulis, maka semakin banyak pembaca yang ingin membeli bukunya. Ini menyebabkan profil penulis memang menjadi pertimbangan khusus bagi penerbit saat memilih naskah untuk diterbitkan.
Namun demikian, bukan berarti banyaknya jumlah followers menjadi satu-satunya pertimbangan. Shinta mengatakan bahwa Noura sendiri beberapa kali menerbitkan karya debut, yaitu dari penulis yang sama sekali belum pernah menerbitkan buku sebelumnya. Bahkan ada yang belum punya akun media sosial sama sekali. Buku-buku seperti ini diterbitkan karena kualitas tulisannya dan karena potensi yang dimiliki penulisnya. Yang penting ialah bagaimana si penulis kemudian dapat mengenali keunggulan diri dan karyanya yang nantinya bisa ditonjolkan.
“Harus tahu kekuatan diri kita, kita tahu apa yang mau kita tawarkan, cari fokus satu kekuatan kita, itu yang ditonjolkan dalam socmed,” ujarnya.
Bagi penulis yang pemalu jika wajahnya tersebar, tidak perlu khawatir. Branding diri tidak sekadar urusan menampilkan wajah si penulis di medsos, tapi yang lebih penting ialah menampilkan ciri khas.
“Mem-branding diri nggak harus berarti dia tampil di mana-mana. Asal dia punya cara-cara menonjolkan kekuatan, mungkin dengan pasang quotes yang relevan, yang penting dia tahu pembaca butuhnya seperti apa,” ujarnya.(fja)