Atef Abu Saif merupakan penulis sejati. Dengan berani, ia membuat catatan bagaimana kondisi di Gaza agar dunia bisa melihat dan merasakan, apa yang sedang terjadi di sana. Diceritakan, bagaimana mental penduduk Gaza yang dipaksa untuk tetap tegar sepanjang waktu. Hari demi hari, terasa seperti arena perang di film-film bergenre action. Penjara atau arena militer hampir tidak ada bedanya. Tidak bisa makan semaunya, berlakunya jam malam dan harus selalu waspada berharap tetap selamat dari bidikan peluru atau hujan-hujan bom, mereka lalui setiap hari.
Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman untuk berteduh, tidak lagi menjadi tempat yang aman untuk berlindung. Rumah hanyalah salah satu alat untuk dijadikan sebagai tameng garda terdepan. Tanah yang bergetar akibat ledakan-ledakan menjadi hal yang lumrah dirasakan. Tiada hari tanpa rasa was-was.
Penulis juga mempelajari satu hal ketika berada di jalur Gaza yaitu “Kita hidup untuk hari ini”. Apapun yang kalian rencanakan, sangat memungkinkan untuk gagal karena para tentara memberlakukan jam malam dan terkadang mereka menghimbau adanya larangan keluar rumah sampai waktu yang tidak ditentukan kapan berakhirnya. Artinya, rencana apapun yang direncanakan, kemungkinan besar tidak tercapai.
Satu-satunya rencana yang mereka prioritaskan adalah bertahan untuk tetap hidup di hari ini. Dengan harapan besok masih bisa terbangun dari tidur. Bayangkan, bila hal tersebut terjadi pada kita. Mungkin kita akan menyerah dan berharap semua ini hanyalah mimpi buruk. Mari kita doakan, semoga ini menjadi bukti kasih sayang yang bisa kita berikan kepada mereka disana.
Buku A Diary of Genocide akan memberi kamu informasi yang lebih transparan dan spesifik. Ditulis dengan gaya seperti buku catatan harian. Artinya, hari dan tanggal terjadinya peristiwa ditulis. Bagaimana awal dari kepiluan tersebut terjadi dan bagaimana cara mereka bertahan hidup. Saatnya kita membuka mata dan hati untuk merasakan kepiluan yang dihadapi saudara-saudara kita.