NABI PEMBAWA RAHMAT

Ditulis oleh Minou, Admin Noura

Yuk, bagikan artikel ini!

Sifat Rasulullah

 

<– Baca tulisan sebelumnya

 

Imam Al-Ghazali dalam Ihyâ’ Ulûmuddîn Jilid Kedua, Bab 20 membahas adat kebiasaan hidup Rasulullah.

Sifat Rasulullah menurut Imam Al-Ghazali:

-Pemurah

-Penyabar

-Adil

-Pemaaf

-Dermawan

-Pemberani

-Tawadhu

Ini adalah sifat-sifat ideal, sangat sulit mencari seseorang yang memiliki semua sifat ini. 

Dalam banyak cerita, keberanian Rasulullah sangat terlihat, terutama saat perang. Ketika situasi makin sulit, para sahabat berlindung di belakang Rasulullah. Beliau pemberani, tetapi tawadhu. Tawadhu di sini berarti tidak suka menonjolkan diri atau menyombongkan diri, meskipun beliau adalah orang yang paling dicintai oleh Allah.

Rasulullah sangat menjaga perasaan orang lain. Beliau tidak serta-merta menyatakan sesuatu yang tidak disukai atau tidak disetujui. Diceritakan bahwa suatu ketika, ada seorang sahabat yang menghadap Rasulullah dengan mengenakan baju kuning yang mencolok. Baju itu tampaknya kurang pantas dan cocok dalam pandangan Rasulullah dan para sahabat. Tetapi, mereka tidak enak untuk mengingatkan. Rasulullah tidak langsung menegur orang itu. Beliau menunggu hingga orang tersebut pergi, lalu beliau berkata bahwa jika ada teman atau tetangga yang bisa mengingatkan sahabat tersebut mengenai cara berbusana yang lebih pantas, itu akan lebih baik. Ini menunjukkan bahwa Rasulullah lebih memilih untuk membuat orang tidak merasa dipermalukan di depan umum.

Dalam hidup, memang kita sering menemukan hal-hal yang kita tidak cocok, tapi kita perlu mengingatkan dengan cara yang tidak menambah masalah. Terlebih pada masa sekarang, mengingatkan orang tidak hanya di depan orang banyak, tetapi bahkan melalui media sosial, Instagram, atau YouTube yang bisa ditonton oleh orang seluruh dunia. Kita memang memiliki tugas untuk berdakwah, amar makruf nahi mungkar. Dan terkadang kita juga merasa, karena ingin menyuarakan kebenaran, kita boleh menyampaikannya di mana saja dan kapan saja. Namun, yang mesti menjadi perhatian adalah seharusnya kita tetap mengedepankan jalan yang tidak menambah masalah, dan dengan menggunakan retorika yang selembut mungkin seperti yang dilakukan Rasulullah.

Menurut Imam Al-Ghazali bahwa Rasulullah tidak pernah marah. Jika terpaksa marah atau menegur seseorang, biasanya setelah itu dihibur agar orang tersebut merasa tenang. Kalau kita marah pada teman, misalnya, dan kita sudah telanjur memarahinya, tapi kemudian kita merasa menyesal. “Kenapa tadi aku begitu marah, ya?” Lalu kita berusaha menghibur dia, “Maaf ya, tadi aku kelepasan marah seperti itu, tapi semoga kita bisa belajar lebih baik, ya.” Dengan cara ini, kita bisa tetap menjaga hubungan. Ini adalah termasuk akhlak Rasulullah.

Rasulullah selalu mendahulukan keperluan orang lain. Beliau selalu mengutamakan orang lain meskipun beliau sendiri dalam kondisi membutuhkan. Ada sebuah cerita di dalam Kitab Ihyâ’ bahwa suatu ketika ada pengemis datang ke rumah Rasulullah, lalu beliau memberinya sesuatu. Karena diberi oleh Rasulullah, keesokan harinya orang itu datang lagi, dan diberi lagi oleh Rasulullah. Hari ketiga datang lagi, diberi lagi. Pada hari keempat orang tersebut datang lagi, tapi kali ini Rasulullah tidak memiliki apa-apa untuk diberikan. Kata Rasulullah, “Hari ini saya tidak punya apa-apa, silakan kamu ambil di pasar apa yang kamu butuhkan, atas nama saya. Nanti saya yang akan membayarnya.” 

Rasulullah tidak perhitungan, kalau memiliki sesuatu, beliau akan memberi yang terbaik. Sebaliknya dengan sebagian besar dari kita yang sangat perhitungan bila akan bersedekah. 

***

Syaikh Syafiur Rahman Mubarakfuri dari India juga menggambarkan akhlak Rasulullah, sebagai berikut.

-Sangat pemberani.

-Dapat dipercaya. Rasulullah sudah masyhur di kalangan masyarakat Arab, bahkan sebelum menjadi nabi, sebagai orang yang dapat dipercaya, hingga dijuluki Al-Amin. 

-Tawadhu. 

-Selalu memenuhi janji. Kita masih sering tidak memenuhi janji, janji datang pukul tujuh, kita datangnya pukul setengah delapan. Terkadang, malah kalau kita menginginkan orang yang kita undang datang pukul 09.00, secara sadar kita tulis di undangannya pukul 08.00, agar orang tersebut datang sesuai dengan rencana kita. Dan yang diundang pun juga sudah paham bahwa kalau undangannya pukul 08.00, berarti acaranya baru dimulai pukul 09.00. 

-Menyambung silaturrahim. Rasulullah sangat gemar menyambung tali silaturrahim.

-Penyayang dan lembut terhadap orang lain.

-Suka memaafkan dan lapang dada. Pada zaman ini kedua sifat ini sulit diterapkan, kebanyakan orang berat untuk memaafkan. Bahkan, seseorang cenderung untuk melaporkan ke Polisi, jika merasa tersinggung oleh ucapan atau tindakan orang lain. Kita mesti berlatih melonggar hati, apalagi untuk urusan-urusan kecil. 

Ada cerita masyhur tentang Rasulullah di awal-awal dakwah beliau di Kota Makkah. Setiap pagi ketika beliau lewat untuk shalat di Ka‘bah, ada tetangga yang sangat membenci beliau, menaburkan pasir, kotoran unta, atau terkadang meludahi beliau. Sampai-sampai putri beliau, Sayyidah Fatimah, sering membersihkan baju dan rambut ayahnya sambil menangis atas kelakuan tetangganya tersebut. 

Suatu ketika, dalam perjalanan menuju Ka‘bah, seperti biasa Rasulullah melewati rumah tetangganya itu, tetapi kali ini tidak ada yang melempar kotoran, tidak ada yang menaburi pasir. Beliau heran, ke mana orang yang biasa melakukan itu? Kemudian Rasulullah mencari tahu tentang tetangganya itu, ternyata dia sakit. Rasulullah pun lalu menjenguk orang itu. Betapa kagetnya orang itu melihat Rasulullah menjenguknya, hatinya tersentuh, kemudian bersyahadat memeluk Islam.

Gaya dakwah Rasulullah yang lembut, dengan hati yang terbuka, murah hati, dan pemaaf, justru lebih menyentuh. Sebaliknya, jika menggunakan cara yang kasar dan menyalah-salahkan orang, malah membuat orang makin sulit sadar. Pada masa sekarang, strategi dakwah Rasulullah ini sudah jarang ditemukan. Para dai pada masa ini sering tidak sabar dan menginginkan objek dakwahnya segera mengikutinya, karena dia merasa paling benar.

-Senantiasa gembira meski lebih banyak diam, dan tawa beliau cukup dengan tersenyum. Rasulullah adalah pribadi yang penuh kegembiraan. Meskipun kalau tertawa tidak sampai terbahak-bahak, kehadiran beliau selalu menggembirakan. Ada istilah Rasulullah itu bassam, selalu tersenyum. Orang yang di dekat beliau sering merasa beliau tersenyum padanya, meskipun beliau tidak sedang tersenyum. Kehadiran beliau ditunggu-tunggu oleh para sahabat. 

-Rajin beribadah.

-Cerdas (Fathanah). 

-Selalu menyampaikan kebenaran meskipun pahit. Ada banyak kebenaran yang harus disampaikan, meskipun kadang berisiko. Maka, perlu belajar cara dan retorika menyampaikan yang tepat agar kebenaran yang disampaikan menjadi manfaat dan maslahat, bukan sebaliknya.

-Sabar dalam menghadapi ujian dari Allah. Ada banyak ujian dan kesulitan yang beliau alami, namun beliau tidak pernah putus asa

***

Selain sifat-sifat yang disebutkan di atas ada beberapa sifat yang dirangkum dari beberapa kitab, sebagai berikut:

Sidiq: jujur. 

Amanah: bisa dipercaya. 

Tabligh: beliau menyampaikan semua yang harus beliau sampaikan. 

Fathanah: cerdas. 

Bersih, Rasulullah mencintai kebersihan. 

-Zuhud, kondisi mental yang sudah tidak mungkin bisa ditipu lagi oleh dunia.

Problem solver. Ada masalah apa pun, beliau memberi solusi. 

Living Qur’an. Ketika ada yang bertanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah menjawab, “Akhlaknya Al-Qur’an.” Beliau adalah Al-Qur’an yang hidup. Makanya kita tidak bisa berpedoman pada Al-Qur’an saja, tanpa campur tangan Rasulullah. Karena, Rasulullah adalah teladan yang nyata dalam “menerjemahkan” Al-Qur’an.

-Tidak berlebihan, hidupnya sangat moderat. Karena memang hakikatnya, Islam itu moderat; seimbang, harmonis. Tidak ada praktik penyiksaan diri, tapi juga tidak terlalu dekat dengan dunia.

-Pemalu. Rasulullah di banyak kitab disebut sebagai sosok yang pemalu. Diceritakan ketika beliau masih muda, saat itu ada kerja gotong-royong memperbaiki Ka‘bah. Beliau terjatuh sehingga jubah beliau tersingkap sedikit, sehingga betis beliau kelihatan. Beliau merasa sangat malu. Sejak saat itu beliau tidak pernah lagi memperlihatkan anggota tubuhnya. Seorang sahabat berkata bahwa rasa malu Rasulullah seperti rasa malu gadis pingitan. Rasulullah lembut, tawaduk, pemalu, tapi jangan salah beliau adalah kesatria ketika dalam peperangan. 

-Rendah hati. 

-Tenang. Tidak mudah panik, karena Rasulullah sudah sepenuhnya bersandar pada Allah. 

-Empatik, mampu merasakan perasaan orang lain.

 Namun, yang terpenting dari semua ini adalah bagaimana kita berusaha mewujudkan akhlak Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.

 

Bersambung ke tulisan berikutnya –>