PUASA DAN CINTA

Ditulis oleh Minou, Admin Noura

Yuk, bagikan artikel ini!

Alasan Jatuh Cinta

 

<– Baca tulisan sebelumnya

 

Selain pertanyaan tentang hakikat cinta, banyak pula orang yang bertanya, “Apa yang membuat orang bisa jatuh cinta?” Pertanyaan ini biasanya datang dari orang yang belum pernah merasakan jatuh cinta. Mereka yang sudah pernah merasakan jatuh cinta biasanya tidak akan bertanya seperti ini. Mereka langsung menikmati perasaan tersebut. Namun, bagi yang belum mengalami, rasa penasaran ini menjadi sesuatu yang wajar.

Ada beberapa teori psikologi yang menjelaskan mengapa seseorang bisa jatuh cinta. Teori ini dapat kita kaitkan dengan hubungan cinta kita kepada Allah, karena pada akhirnya, Allah ingin kita mencintai-Nya, sebagaimana Dia mencintai kita dengan sangat dalam.

 

-Jatuh Cinta kepada yang Bisa Memenuhi Kebutuhan

Secara psikologi, seseorang sering kali jatuh cinta kepada orang yang bisa memenuhi kebutuhannya. Jika kamu merasa kekurangan, entah itu materi, perhatian, atau kasih sayang, kamu cenderung lebih mudah tertarik pada seseorang yang dapat mengisi kekosongan tersebut. Seseorang yang merasa hidupnya serbakekurangan, misalnya, lebih mudah jatuh cinta kepada seseorang yang tampak kaya raya, karena dia menganggap orang tersebut dapat memenuhi kebutuhannya secara materi. Begitu juga dengan kebutuhan emosional; misalnya, seseorang yang mudah marah mungkin akan lebih tertarik pada orang yang lembut dan sabar.

Jika demikian, lalu siapa yang sebenarnya bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan kita? Imam Ghazali menjelaskan bahwa Allah adalah pemenuh kebutuhan sejati, karena di puncak kebutuhan manusia, hanya Allah yang dapat memberinya dengan sempurna. Allah ingin kita mencintai-Nya, dan oleh karena itu, Dia menyatakan: “Berdoalah kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan.” Allah ingin kita mencintai-Nya sebagaimana orang yang sedang jatuh cinta berkata, “Apa pun yang aku punya, akan kuberikan padamu.” Inilah cinta sejati—memberikan segalanya untuk yang dicintai. Dan, Allah berjanji akan memenuhi kebutuhan kita jika kita meminta kepada-Nya. 

Namun, sering kali kita “jual mahal” untuk berdoa. Ada di antara kita yang berhenti berdoa karena berbagai alasan. Ada yang beralasan, “Ah, Allah sudah memberikan segalanya kok, saya tidak butuh apa-apa lagi.” Ada juga yang merasa malu karena dosa yang besar. Semua alasan ini hanya bentuk pembenaran dari kemalasan kita untuk berdoa. 

Coba bandingkan dengan hubungan kita dan orangtua kita. Ketika sudah sukses dan kaya, mungkin kita tidak lagi membutuhkan bantuan dari mereka. Namun, mereka akan merasa sangat bahagia jika kita tetap meminta hal-hal kecil kepada mereka, karena mereka merasa dibutuhkan dan dicintai. Sama halnya dengan Allah. Meskipun kita merasa sudah memiliki segalanya, berdoa kepada Allah bukanlah tanda kelemahan, tetapi bentuk cinta kita kepada-Nya. Siapa lagi yang lebih pantas kita cintai selain Dia yang selalu siap memenuhi kebutuhan kita? 

Jadi, teori pertama ini menunjukkan bahwa kita cenderung jatuh cinta pada seseorang yang memenuhi kebutuhan kita. Namun, jika kita sadar dan lebih dalam merenungi, sebenarnya yang paling layak dicintai di dunia ini adalah Allah, karena hanya Dia yang mampu sepenuhnya memenuhi segala kebutuhan kita.

 

-Jatuh Cinta pada Tipe Ideal yang Ada pada Gambaran Kita

Setiap orang pasti memiliki gambaran tertentu tentang tipe ideal menurut mereka. Dan, tipe ideal bisa berbeda-beda pada setiap orang. Karena, setiap orang memiliki selera yang berbeda-beda—ada yang suka kulit putih, kulit kuning langsat, atau bahkan yang lebih hitam dan kekar. Ada yang lebih suka cowok yang terlihat gagah dan kekar, sementara ada juga yang suka tipe cowok yang terlihat lebih lembut, seperti karakter dalam drama Korea. 

Konsep ini sebenarnya juga bisa diterapkan tentang cara kita memandang Allah. Adakah tipe ideal yang lebih sempurna daripada Allah? Demi membuat kita cinta kepada-Nya, hingga Allah menyampaikan pada kita, “Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku.” Allah ingin kita mencintai-Nya, dan Allah memberikan kebebasan kepada kita untuk membayangkan-Nya sesuai dengan tipe ideal yang kita inginkan. Jika kita memandang Allah sebagai Maha Penyayang, maka Allah akan menyayangi kita. Jika kita memandang-Nya sebagai Yang Maha Pengabul Doa, maka Dia akan mengabulkan doa-doa kita. Apa pun yang kita percayai tentang Allah, Dia akan memenuhi peran itu bagi kita. 

Contoh sederhana, ketika kita sedang menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS), kita berdoa kepada Allah agar mendapat kemudahan dalam mengerjakannya, maka pasti Allah akan membantu kita. Karena, Dia sesuai dengan apa yang kita harapkan. “Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku,” berarti kita tinggal memaknai Allah sesuai dengan tipe ideal yang kita inginkan. Namun, sering kali kita tidak menyadari hal ini atau bahkan tidak mau memanfaatkannya. Allah sudah membuka pintu-Nya lebar-lebar untuk kita, tetapi kadang kita enggan memasukinya. 

Inilah rahasia kedua, kenapa sebenarnya yang paling layak kita cintai adalah Allah. Jadi, jika pada titik ini kita masih belum cinta kepada Allah, mungkin kita perlu lebih banyak belajar mencintai.

 

Jatuh Cinta pada yang Bisa Mewujudkan Tujuannya

Seseorang yang memiliki tujuan menjadi kaya, maka dia akan cenderung mencintai orang yang bisa membantunya mencapai tujuan tersebut. Ini adalah salah satu dasar yang sering kali tidak terbantahkan. Kita mencintai seseorang yang, dalam pandangan kita, bisa membantu mewujudkan keinginan kita.

Namun, lagi-lagi, pada akhirnya puncak dari semua ini adalah Allah. Segala tujuan yang kita miliki, jika dicari terus hingga ke ujungnya, pasti akan bertemu dengan Allah. 

Ada sebuah kisah tentang seorang pemuda yang mendatangi seorang wali. Pemuda ini ingin berguru, ingin menjadi seorang sufi. Dia berkata kepada sang wali, “Wahai Syaikh, angkat aku menjadi muridmu. Aku ingin bertarekat.” Namun, jawaban dari wali ini mengejutkan, “Belum. Kamu belum siap bertarekat. Pulanglah dulu, jatuh cintalah dulu.” Pemuda ini disuruh pulang dan disuruh jatuh cinta terlebih dahulu. Mengapa? Karena batinnya belum terlatih untuk mencintai, sementara jalan menuju Allah adalah jalan cinta, bukan sekadar jalan perintah dan larangan. Batin yang belum tersentuh cinta tidak siap untuk dekat dengan Allah. 

Cerita ini sering ditafsirkan sebagai perintah untuk mencari pacar, tetapi sebenarnya maknanya lebih luas. Cinta yang dimaksud di sini tidak harus cinta romantis kepada pasangan, tetapi bisa berupa cinta kepada sesama manusia, cinta kepada orangtua, cinta kepada alam semesta, atau cinta kepada kemanusiaan. Ketika hati kita sudah lembut dengan cinta, maka kita akan lebih mudah mendekat kepada Allah. Rumusnya adalah bahwa cinta membuka jalan menuju kedekatan dengan Allah. Hati yang penuh cinta akan lebih mudah menjalani perjalanan spiritual.

Bersambung ke tulisan berikutnya –>