Search
Close this search box.

Rahman
Rahim
Cinta

Maka puisi ini tak kumaksudkan sebagai khazanah sastra

Sekadar supaya anak cucuku mengingatnya

Bahwa orangtuanya benar belajar menjadi manusia .…

Sinopsis

Maka puisi ini tak kumaksudkan sebagai khazanah sastra
Sekadar supaya anak cucuku mengingatnya
Bahwa orangtuanya benar belajar menjadi manusia .…

Belajar menulis puisi, entah untuk apa–yang penting darinya saya juga bisa belajar menjadi manusia.

Kelembutan puisi adalah faktor mendasar dan substansial dalam peradaban. Karenanya saat puisi tidak lagi punya tempat dalam dialektika sosial,  manusia akan “hilang”–dan negara, kebudayaan, serta agama, akan kehilangan manusia.

Di dalam sebuah kebudayaan, pun di semua peta interaksi kebudayaan dan politik, kemampuan dan tradisi untuk bersentuhan dengan kelembutan puisi sangat diperlukan. Lewat cara inilah  kemanusiaan akan  tetap terpelihara dalam khazanahnya. 

****

“Puisi-puisi Rahman Rahim Cinta–inilah persembahan Cak Nun sebagai sedekah budaya dan kemanusiaan kepada siapa pun yang bersedia mengapsiasinya.”

~ Iman Budhi Santosa, Sastrawan

Spesifikasi Buku

Judul Rahman Rahim Cinta
Penulis Emha Ainun Nadjib
Kode Buku NA-234
Harga Rp 79,000
Ukuran 14 X 21
ISBN 978-623-242-191-2
Jumlah Halaman 292
Penyunting Lina Sellin
Jenis Kertas Isi BOOKPAPER 55 GR
Jenis Kertas Sampul ART CARTON 230 GR

Tentang
Emha Ainun Nadjib

Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 27 Mei 1953. Dia adalah seorang tokoh intelektual, seniman, budayawan, penyair, dan pemikir gagasannya banyak ditularkan melalui tulisan. Dia juga sangat aktif mengisi pengajian, seminar, diskusi, atau workshop di bidang pengembangan sosial, keagama­an, kesenian, dan lain-lain. Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya, dia pernah belajar di Pondok Modern Darussalam Gontor, dan pada per­tengahan tahun ketiga studinya dia pindah ke Yogyakarta dan tamat SMA Muhammadiyah I.
Lihat SelengkapnyaDi Yogyakarta, sekitar tahun 1970-1975, dia belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha.Beberapa kegiatan di manca negara pernah dia diikuti,  antara lain lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha juga pernah terlibat dalam produksi film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2011). Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, dia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai 15 kali per bulan bersama grup musik Kiai Kanjeng.

Buku Lainnya